Persaingan Usaha: Apa Gojek Tasikmalaya Harus Ditiadakan?
image via tipsdaftar.blogspot.com |
Melihat masalah pelik tentang ojek online di Tasikmalaya, maka kita seakan diantarkan pada masalah sama yang terjadi di Ibukota Jakarta. Rentetannya sama, dari ojek pangkalan sampai angkutan umum berdemo karena tidak terima lahan pencariannya diambil oleh transportasi online yang sesungguhnya merupakan bagian dari efek kemajuan teknologi.
Dalam persaingan bisnis, pelayanan adalah yang utama dan konsumen adalah rajanya. Logikanya, konsumen akan mencari layanan terbaik demi kepuasaannya. Jika kita hubungan pada masalah ini, sebetulnya masalah satu: pelayanan yang kurang memuaskan dari transformasi umum yang ada sekarang. Maka wajar jika konsumen mencari layanan ojek yang memberikan nilai lebih. Kelebihan itu bisa meliputi, harga yang murah, ketepatan waktu dan pelayanan driver yang memuaskan.
Di ojek online, ada etika kerja yang harus dipatuhi oleh driver. Semua itu dilakukan untuk memuaskan pelanggan. Ini yang tidak dimiliki transportasi konvensional. Mereka bergerak tanpa pegangan dan aturan yang mengikat. Contoh angkot, ada banyak oknum supir yang tidak punya SIM alias supir tembak, kebiasaan memotong jalan tidak sesuai rute, tidak peduli ngetem lama, bila penumpang sedikit mereka seenaknya menurunkan pelanggan dengan alasan pribadi. Adapun ojek pangkalan, tidak ada kejelasan dari tarifnya. terkadang drivernya mematok tarif seenak udelnya hingga merugikan konsumen. Walaupun ini hanya oknum, tapi kenyataannya memang ada dan banyak terjadi.
Masalah perizinan. harusnya pemerintah Tasikmalaya bisa belajar dari rentetan masalah yang terjadi di ibukota. Seharusnya Pemerintah bisa menjembut bola dengan melakukan langkah preventif ketika ojek online ini akan beroperasi. Yang terjadi sekarang adalah, ketika masyarakat jauh-jauh hari mengetahui gojek sudah membuka‘cabang’ dan beroperasi di Tasikmalaya, tidak ada langkah apapun dari pemerintah. Setelah terjadi gesekan antara gojek dan transportasi konvensional pemerintah baru turun tangan. Ini yang salah. Kalau masalahnya hanya soal perizinan, ojek pangkalan pun selama ini tidak punya izin operasi.
Yang perlu diketahui adalah Tasikmalaya tidak hanya punya Gojek saja. penulis pribadi pernah menikmati layanan ojek online berbasis lokal seperti Osiwa dan Klikquick. Keduanya telah beroperasi cukup lama. Anehnya tidak ada protes dari ojek pangkalan maupun supir angkot. Jadi Gojek sebenarnya bukan pemain baru. Namun karena sudah punya nama, akhirnya mereka (transfortasi konnvesional) baru bertindak dan melayangkan protes.
Apa ojek online harus di tiadakan? Tidak juga. Ini adalah produk perkembangan zaman. Masyarakat tidak bisa menahan kemajuan teknologi. Apalagi ini berdampak pada kemajuan transportasi yang sedikit membaik. Ketika masyarakat mulai jengah dengan pelayanan transportasi konvensional yang seadanya, wajar jika konsumen mememilih yang lebih baik dan menguntungkan.
Pemerintah Tasikmalaya selama ini hanya menjadi pahlawan kesiangan. Menghentikan operasi Gojek tanpa tahu keinginan masyarakat yang sebenarnya. Kita bisa melihat pool Budiman dan Primajasa yang beroperasi bertahun-tahun tanpa sadar terminal Indihiang yang dibangun uang APBN menjadi sia-sia tak berguna. Terminal sepi dan masyarakat lebih memilih pool-pool milik swasta. Apa pemerintah berani bertindak tegas atas keberadaan pool-pool ini? sejauh ini pemerintah hanya diam. Tidak habis pikir kok pemerintah bisa kalah dengan pihak swasta?
Bagaimana nasib ojek pangkalan dan angkot? Mau tidak mau, suka tidak suka mereka harus berubah. Pun jika keberadaan gojek ini memberatkan mereka, keinginan masyarakat tidak bisa dibendung. Sama halnya nasib ponsel Nokia yang tidak ditinggalkan pelanggannya. Penyebabnya karena mereka tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi. Karena selamanya konsumen selalu menginginkan yang lebih baik.
Maka mengikuti kemauan konsumen adalah solusi jika ingin bertahan di dunia usaha. Transportasi online dan konvesional sama-sama berusaha mencari penghasilan, sama-sama mencicipi persaingan usaha. Selama persiangan itu berjalan sehat maka tidak ada yang patut dipermasalahkan. Konsumen punya hak memilih mau menggunakan transpotasi apa saja.
Mungkin para driver angkutan umum dan ojek pangkalan tak mengerti peliknya kemajuan teknologi ini. Yang mereka mau hanyalah pelanggan mereka bisa kembali naik angkutan mereka. Tapi dari permasalahan ini, setidak mereka bisa belajar bahwa dalam usaha selalu ada persaingan. Lagipula pada prinsipnya rezeki itu sudah ada yang mengatur. Jangan takut kehilangan pelanggan hanya karena ojek online beroperasi. Bukankah begitu saudari hayati?
Tidak ada komentar: