Pengalihan Isu dan Komersialisasi Berita
via anakgonggo.com |
Pengalihan isu, walaupun banyak dibicarakan, diperdebatkan, tapi tak pernah bisa dibuktikan secara real. Jika pun benar dan ada buktinya, apa pengalihan isu bisa dimasukan ke dalam pelanggaran hukum?
Membicarakan pengalihan isu, mudah. Seseorang bisa mengatakan berita A atau B adalah pengalihan isu dan bisa mengalisa sejauh mana berita tersebut ‘dialihkan’ demi mengubur pemberitaan sebelumnya. Seseorang terkadang akan berbicara tentang penguasa (dalam konotasi negatif), bahwa pengalihan isu adalah cara-cara kotor penguasa untuk menutupi keburukan mereka. Sejauh apapun pengalihan isu dibicarakan, pasti mentok hanya sampai analisa. Tidak bisa dibuktikan dengan fakta yang konkrit.
Ada hal lain yang lebih realistis kenapa sebuah berita dianggap 'mengalihkan isu', yaitu komersialisasi dimana media yang bertebaran sekarang ini, di sosial media, linimasa, dan media online, merupakan ladang untuk meraup keuntungan materi. Ini menggiurkan karena peluangnya besar. konsumen berita sangat besar. Semua orang kini haus informasi. Sebuah informasi kini seperti kebutuhan primer baru setelah nasi.
Bila kita kaitkan dengan pengalihan isu, tentunya beralasan kenapa berita A bisa tenggelam dengan berita B? Karena ada sisi komersial yang lebih menguntungkan. Jika berita A dianggap kurang menarik atau adanya penurunan jumlah pembaca, maka berita yang lebih menarik akan di ekspos atau diberitakan lebih sering.
Berita yang tenggelam dan mulai kehilangan pembaca tersebut beralih pada berita lain yang dianggap lebih up-to-date. Bagi sebuah media yang menjunjung tinggi fungsi komersial, jumlah pembaca adalah segala-galanya. Semakin banyak pembaca satu berita, maka mereka (media) akan terus memberitakannya berulang-ulang.
Semakin banyak pembaca maka tawaran iklan terhadap media semakin besar. Karena jantungnya media itu ada pada iklan. Tanpa iklan, sebuah media tidak bisa berjalan. Semakin banyak iklan, keuangan media akan lebih menggiurkan.
Media komersial adalah sebuah bisnis. Mereka memberikan informasi, kita sebagai pembaca mendapat informasi. lalu ada pengiklan yang ingin mempromosikan produk mereka. Dalam media, ada pertemuan antara informasi, pembaca dan pengiklan. ketiganya memiliki hubungan yang saling beterkaitan. Salah satunya saja hilang, media tidak akan berjalan.
Dari alur ini kita bisa tahu kenapa sebuah berita di ekspolitasi, kenapa judul nampak lebih menarik dari isi berita, kenapa sebuah media memberitakan informasi itu-itu saja. Hal itu menimbulkan tanda tanya besar kan? Jawaban mendasarnya hanya satu: Media is business. Media adalah perusahaan sama seperti perusahaan lainnya yang orientasinya adalah mencari keuntungan (profit).
Tapi cara-cara mencari ‘keuntungan’ ini tentu tidak dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Walaupun ada, secara umum banyak orang yang tahu, bahwa ada oknum yang memanfaatkan media untuk mencari ‘keuntungan’ pribadi yang jelas merugikan orang lain. Kita tahu ini sebagai keuntungan non-pengiklan. Maksudnya, keuntungan didapat dari hasil-hasil ‘pemberian’ dari pihak tertentu.
Contohnya oknum yang dibayar untuk memberitakan sebuah pemberitaan palsu, hoax, atau demi pengangkat citra positif seorang tokoh. Adapun media yang awalnya bersikap independen namun terpaksa bersikap memihak atas kemauan pemilik media tersebut. itu ada, nyata dan pembaca yang pintar pasti tahu pemilik media tersebut. Tentu, itu tidak etis.
Seharusnya (Apapun itu), media merupakan pisau yang tajam. Jika digunakan dengan baik, maka akan menghasilkan kebaikan. Namun bila disalahgunakan, maka akan menimbulkan kerugian yang besar. Apalagi ini menyangkut kepercayaan orang banyak terhadap sebuah informasi. Sebagai pembaca, perlu kehati-hatian dalam menerima informasi. Berita yang ada jangan langsung ditelan begitu saja. Cermati dan lebih cerdas lah dalam membaca sebuah berita.
Selamat membaca berita!
Tidak ada komentar: