Wacana Sanak Saudara
image via pixabay.com |
Keluarga besar Hayati senang sekali berbicara bisnis. Setiap ada kumpul besar, saat hari-hari tertentu mereka berkumpul merundingkan kira-kira bisnis apa yang paling potensial dan laku di pasaran. Kadang, omongan bisnis itu datang dari hal-hal sepele.
Misalnya, saat membeli baju di salah satu toko, mereka berdecak kagum, “kaos keren gini harganya cuma 25 ribu? Wah dijual di Kalimantan dijual seratus juga laku ini mah.” ujar seorang paman bertubuh gempal yang kerja serabutan.
Tapi, mereka berbicara bisnis bukan berarti mereka pengusaha atau pun wiraswasta. Bukan juga investor kaya raya yang punya pulau pribadi. Sebagian dari mereka adalah karyawan yang sudah membusuk di perusahaan. Berpuluh-puluh tahun mereka kerja namun tak pernah ada peningkatan yang signifikan. Baik itu dari jabatan maupun gaji bulanan. Sebagian lagi adalah mereka yang pengangguran, buruh pas-pasan, atau karyawan yang sudah bosan lalu meminta atasannya untuk memecat dirinya biar lebih elegan.
Perlu pembaca tahu bahwa obrolan bisnis itu tak ada satupun yang terealisasi dan menjadi kenyataan. Nyatanya mereka hanya berwacana kemudian insomnia alias lupa. Saat ngobrol bersama mereka hebat sekali berbicara bisnis, tapi setelah obrolan santai itu selesai, ingatan mereka seakan terhapus.
Akhirnya obrolan itu hanya menjadi sekedar wacana. Tak pernah ada planning yang membuat obrolan ngalor ngidul itu menjadi terwujudkan. Setelah obrolan itu selesai, mereka kembali pada rutinitas pekerjaannya.
Yang bekerja sebagai karyawan tetap membusuk di perusahaannya sampai entah kapan harus tersingkir oleh buah-buah segar nan aduhai. Ya jadi buruh tetap kosisten dengan ekonomi melaratnya. Yang pengangguran masih nganggur dan masih hobi berandai-andai menjadi orang kaya sampai datangnya lebaran kuda. kasihan..
wah sabar aja gan hehehe orang karyawan memang dianggap remeh sama orang2 sekitar bahkan atasan
BalasHapus