Dosen Juga Manusia, Hargai Subjektivitas Mereka
Tidak sedikit dosen yang kerap kali menyampaikan materi kuliah dengan dibumbui argumen-argumen yang diambil dari sudut padang mereka.
Ini dilakukan biasanya selain karena seorang dosen punya hak untuk menyampaikan pendapatnya, mereka juga ingin mahasiswa lebih mudah menerima materi kuliah karena dengan memberikan contoh-contoh kecil yang dianggap sesuai dengan realitasnya akan lebih mudah masuk ke pikiran mahasiswa dibandingkan menjelaskan materi secara tekstual saja.
Akan tetapi, pada dasarnya ketika dosen mengungkapkan apa yang menjadi opininya, bagi saya, tidak seharusnya seratus persen di telan mentah-mentah. Karena kembali lagi, argumen dosen tidaklah mutlak. Dosen bukan seorang nabi yang sekali berkata maka kebenarannya tidak bisa diubah.
Kita bisa menyaring setiap materi yang diajarkan dosen. Ketika ada hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan pemikiran kita, kita boleh berpendapat. Kalau pun tidak, biarkan seorang dosen mengungkapkan argumennya sendiri.
Boleh dipercaya atau tidak opini seorang dosen itu hak kita. Hanya saja yang perlu diingat adalah dosen bukanlah seorang wanita. Walaupun ada juga wanita yang berprofesi sebagai dosen. Akan tetapi, maksudnya bahwa ketika ada mitos wanita selalu benar, tapi dosennya tidaklah seratus persen benar.
Wanita selalu benar, lelaki selalu salah dan dosen ada diantara keduanya, yaitu antara salah dan benar. Kira-kira seperti itu.
Terlebih jika kita kuliah di jurusan yang berhubungan dengan sosial politik dimana banyak hal sensitif yang mau tidak mau harus dibicarakan. Salah ngomong dikit saja maka yang terjadi adalah perdebatan. Dosen yang dianggap ‘netral’ pun biasanya ikut kebagian getahnya.
Misalnya dosen Ilmu Politik. Ia membuat argumen yang diluar konteks materi. Disaat bersamaan, disadari atau tidak bahwa di dalam sebuah kelas ada banyak mahasiswa yang memiliki berbagai pola pikir, latar belakang, dan keinginan yang berbeda-beda.
Dalam hal ini, seorang dosen harus mengerti bahwa jika saja mereka menjelakan tentang masalah yang berhubungan dengan sosial politik maka pasti ada beberapa pihak mahasiswa yang mungkin merasa tidak terima, jengkel, atau minimal tidak setuju dengan argumen dosennya. Itu wajar. Sangat wajar.
Namun satu hal yang perlu menjadi catatan adalah dosen dan mahasiswa sama-sama harus toleran. Sama-sama harus menerima setiap argumen masing-masing. Jangan karena masalah tidak setuju dengan apa yang dikatakan dosen lantas kita tidak suka dengan dosennya.
Benci dengan opininya boleh, tapi benci dengan diri mereka secara personal itu yang tidak boleh. Karena sekali lagi, hubungan dosen dan mahasiswa yang sewajarnya hanya sebatas pengajar dan orang yang sedang belajar. Hubungan itu perlu dimaknai sebagai hubungan yang saling menguntungkan.
Caranya seperti yang di awal dikatakan, bahwa perlu ada filter dari diri kita sebagai mahasiswa. Akan lebih baik jika kita bisa menerima seluruh materi secara tekstual yang diajarkan dosen sebab itu yang memang menjadi materi inti perkuliahan. Selebihnya, opini, argumen atau uneg-uneg dosen bisa dimaknai sebagai bonus materi kuliah. Diterima silahkan, ditolak juga tidak apa-apa. Sakarepmu wae lah.
Hmm.. iya betul tu gan
BalasHapussemoga semua dosen bisa lebih produktif gan~
BalasHapusIya lah harus dihargai!
BalasHapusTapi kadang ada juga lo gan dosen yg ngeselin
BalasHapusSetiap yang mengajari kita , dia adalah guru kita
BalasHapussaya setuju dengan pendapat agan
BalasHapusSetuju banget sama artikel ini
BalasHapusnice post gan !
BalasHapusYa iyalah dosen yang baik harus di hargai. Tapi kalau dosen yang pake kekuasaannya buat nindas Mahasiswa dan seenak e dewek mah sesekali perlu di hajar! Banyak kok dosen yang subjektif banget, padahal bilangnya harus objektif dalam menilai sesuai! Halahhhh bacoootttt
BalasHapus