Sebuah Komitmen Menulis Setiap Hari
Semenjak mengenal dunia menulis, saya sudah pernah membayangkan bahwa hobi ini bisa menghasilkan uang. Namun dalam prosesnya saya mengerti bahwa untuk mendapatkan uang dari menulis tidaklah mudah.
Ada ketekunan super extra madraguna yang perlu dilakukan. Seperti yang pernah dilakukan penulis-penulis besar macam Dewi Lestari, Andrea Hirata atau Tere Liye. Mereka mengadu nasib dari menulis buku.
Kita tahu sendiri bahwa untuk menciptakan mahakarya sebuah buku butuh proses yang panjang dan lama. Serta yang terpenting, piawai dalam menulis. Mereka harus punya jam terbang yang tinggi dalam kepenulisan untuk menciptakan tulisan yang di anggap baik dan enak dibaca.
Rasanya jauh sekali ketika terbesit dalam pikiran saya untuk mengikuti jejak mereka. Maka selayaknya yang saya tahu, ada cara-cara kecil yang bisa saya tempuh untuk mengubah tulisan menjadi uang.
Langkah yang sangat panjang saya lakukan. Hal yang paling termudah adalah dengan semakin megembangkan kemampuan menulis. Bagi saya menulis adalah sebuah investasi jangka panjang. Maka saya berusaha berkomitmen pada diri saya untuk senantiasa menulis setiap hari. Ya, setiap hari.
Itu saya lakukan dengan menulis sebuah ‘diary digital’ dalam bentuk note atau saya terbiasa menulis tulisan-tulisan kecil, cerita sehari-hari, curhatan pribadi, atau sebuah rencana yang ingin saya gapai dalam file microsoft word.
Saya sudah lakukan itu selama kurang lebih 2 tahun terakhir ini. Walaupun berkali-kali saya melanggar komitmen saya untuk menulis setiap hari karena alasan tertentu yang semua penulis amatir tahu: malas dan sedang tidak mood menulis.
Kalau sodara-sodara sekalian ingin tahu atau tempe, saya punya sebuah file ms. Words berjudul ‘catatan kaki’ yang jumlah halamannya sudah mencapai 260 halaman. Halaman setebal itu isinya hanya tulisan tidak jelas yang pada intinya saya ingin meningkatkan kuantitas tulisan saya walaupun secara kualitas tidak bisa di pertanggung jawabkan.
Saya juga punya lebih dari 350 file tulisan di ms.word yang memenuhi folder laptop dan flashdisk saya. Hampir separuhnya adalah tulisan saya yang ditulis dalam keadaan super badmood. Dari file tulisan sebanyak itu sebagiannya adalah tulisan fiksi seperti novel, cerpen, puisi, sajak, dan naskah drama, sisanya adalah tulisan opini, essai, review dan tulisan rewrite dari buku yang saya baca.
Sebagian file tulisan ada yang sudah selesai ditulis, kemudian saya posting di blog, ada yang dikirim ke koran, ada yang dikirim ke citizen media seperti Kompasiana dan Qureta, serta ada juga yang dikirim kontributor portal web. Separuhnya lagi lebih banyak yang menganggur karena isi tulisannya hanya mentok di tengah jalan.
Tapi pada dasarnya, saya tetap memegang komitmen: menulis setiap hari. Terlepas dari apapun konten tulisannya. Saya merasa harus lebih banyak belajar bila ingin terus mengembangkan kemampuan menulis. Bermimpi untuk seperti Dewi Lestari masih sangat jauh.
Apalagi berpikir untuk mengantungkan nasib finasial saya di masa depan pada kegiatan menulis. Masih jauh. Jauh sekali. Kenapa saya memaksakan diri menulis setiap hari? Lelah kah? Lelah sekali. Pusing kah? Pusing sekali. Menyita waktu kah? Cukup menyita waktu kawan.
Akan tetapi, seperti yang saya katakan di awal, bahwa perlu ketekunan extra mandraguna untuk menggapai itu semua. Perlu pengorbanan yang besar untuk mengasah pisau semakin tajam. Perlu ada konsistensi untuk mengubah pena semakin runcing dalam menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan.
Sampai akhirnya ini akan jadi jejak yang baru. Ketika kerjakeras sudah dikerjakan, percaya bawah kebiasaan baik yang saya lakukan, terlepas dari keterpaksaan atau bukan, akan membuahkan hasil yang manis. Semanis senyuman kamu. Iya, kamu.
Tidak ada komentar: