Review Film “The Pirates Of Somalia” Menjadi Jurnalis Tidak Pernah Semengerikan Ini
screenshot by Youtube |
- Mimpi Jay untuk menulis buku dan keinginan kuat menjadi jurnalis harus dibayar mahal dengan perjuangannya di Somalia. Hidup di tengah kawasan yang penuh konflik dan harus bertaruh dengan nyawanya sendiri.
Cerita di mulai pada tahun 2008, Ketika seorang pria dari Kanada bernama Jay Bahadur menjadi lulusan terbaik di salah satu universitas di Toronto. Ia bercita-cita ingin menjadi seorang jurnalis yang hebat. Untuk menempuh itu, ia perlu melanjutkan kuliah jurnalistik di Harvard University.
Ketika Jay pergi ke sebuah klinik untuk mengobati cedera punggungnya, ia bertemu dengan seorang jurnalis senior yang sangat ia idolai, Seymor Tolbin. Untuk menjadi jurnalis hebat, Seymor menyarankan agar Jay tidak perlu kuliah. Ia hanya perlu membuat suatu karya jurnalis yang gila dan itu harus ditempuh dengan menulis buku yang dapat memikat orang di seluruh dunia.
Kemudian Jay terpikir untuk membuat buku tentang Bajak Laut di Somalia. Somalia merupakan negara yang menurut Jay menarik untuk diamati untuk dijadikan buku jurnalis pertamanya. Ia juga mengetahui banyak tentang negara itu, sebab dulu ia pernah membuat makalah tentang Somalia di semester pertama kuliah.
Walaupun sempat mendapat ketidaksetujuan dari teman dan orang tuanya, ia akhirnya berangkat dengan acuan ia telah diperbolehkan datang kesana dan secara kebetulan ia di undang langsung oleh anak presiden somalia setelah iseng mengirim sebuah surel di suatu media. Wow! ini sebuah kehormatan yang luar biasa baginya.
Kendati bukan seorang jurnalis sungguhan, Jay masih banyak perlu belajar. Terlebih sebenarnya ia merupakan seorang pengangguran yang hanya punya hobi menulis serta telah membuat banyak buku yang semuanya ditolak oleh penerbit. Kepergiannya ke Somalia menjadi ajang pembuktian baginya bahwa ia bisa menulis buku sekaligus mengimplementasikan mimpinya menjadi seorang jurnalis.
Perjalanannya selama 6 bulan di Somalia bukanlah hal mudah. Terlebih disana merupakan kawasan yang rentan konflik bahkan ia beberapa kali di todong senjata dan diacam ditembak.
Karena film ini diambil dari kisah nyata, saya selalu membayangkan bagaimana caranya seorang Jay dapat beradaptasi dengan lingkungan disana, Meninggalkan zona nyamannya, tinggal di pemukiman warga yang sangat kontras dengan negaranya, lingkungan sosial, budaya, makanan serta bagaimana rasanya hidup dengan ancaman kematian. Betapa salutnya saya semua itu ia lakukan untuk mewujudkan mimpi besarnya.
Film ini memperlihatkan warga Somalia yang sebenanrya. tidak terlalu keras seperti yang banyak orang pikirkan. Mereka memang hidup dengan di tengah banyak konflik, namun tetap bisa kehidupan dengan cukup baik.
screenshot film (dok. pribadi) |
Beberapa warga terlihat menyenangkan dan senang sekali bergurau. Bahkan Jay diceritakan memiliki kedekatan dan tertarik pada perempuan muslim berkulit gelap yang suaminya merupakan Pimpinan bajak laut itu. Hal ini juga yang mengantarkannya pada informasi bagus tentang bajak laut.
Apa yang dilakukan Jay, bagi saya sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Bagaimana tidak? Mungkin saya akan pikir-pikir puluhan kali untuk pergi ke Somalia. Bagi saya apa yang dilakukan Jay itu luar biasa berani. Kepergiannya ke Somalia dan menemui orang-orang yang sangat berbahaya bagaikan menaruh nyawa di depan mulut ular. Jika Anda beruntung maka anda tetap hidup, namun jika sial maka kematian di depan mata. Begitu kira-kira ilustrastasinya.
Namun perjuangan yang melelahkan itu setimpal dengan ‘bayaran’ yang ia dapat. Berkat dia juga tahun 2013 lalu Amerika akhirnya mau melakukan hubungan kenegaraan dengan Somalia yang dulu sempat terhenti selama 20 tahun. Buku yang ia buat tentang Bajak Laut di Somalia membawa perubahan besar bagi dunia dan memberi gambaran tentang kehidupan nyata disana.
Tidak ada komentar: