Idealisme Elemen-Elemen Civil Society
Keberadaan civil society hakekatnya adalah menekan negara agar tidak bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan pemerintahan. Karena negara sebenarnya bukan diciptakan sebagai raja yang mendikte rakyatnya sendiri. Sebaliknya, kehidupan demokrasi menginginkan negara berperilaku sesuai kehendak rakyat yang adil, makmur dan memberikan kesejahteraan.
Civil society atau dalam makna yang sederhana merupakan kelompok yang dapat mengkritisi kebijakan dan bertindak untuk mendorong negera agar kembali pada jalan yang benar sesuai dengan cita-cita negara. Elemen-elemen yang termasuk dalam civil society meliputi ormas, LSM, kelas menengah, cendikiawan, pers dan mahasiswa punya peran masing-masing dalam mempengaruhi jalannya roda pemerintahan. Hanya saja terkadang pihak yang menjadi bagian dari civil society kehilangan idealismenya sehingga perannya menjadi tidak bepihak pada masyarakat namun malah punya kepentingannya sendiri-sendiri.
Misalnya ormas dan LSM sebagai kelompok yang terorganisir sebenarnya punya kekuatan yang tersebar di setiap daerah untuk menekan kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada masyarakat. Tetapi kenyataannya tidak semua ormas dan LSM dapat memberikan pengaruh yang besar dalam menekan negara. Keberadaannya justru menjadi wadah untuk mencari panggung dan sarana untuk memeras kelompok lain di luar maupun di dalam pemerintahan.
Hal inilah yang perlu dibenahi. Anggota maupun pengurus ormas atau LSM harus punya mempertahankan idealisme mereka. Jangan sampai idealisme itu runtuh atau terbuai dengan jabatan-jabatan tinggi. Pergantian jabatan harusnya tidak menjadi konflik tetapi menjadi sarana evaluasi diri. Masalah-masalah di internal sebaiknya dapat cepat diselesaikan agar fungsinya sebagai bagian dari civil society tidak terganggu.
Keduanya juga harus dapat mandiri dalam keuangan. Tidak ketergantungan dari pemerintah atau pengusaha yang bisa jadi hanya dimanfaatkan sebagai alat politik. Kemandirian itu diwujudkan dalam program atau pembukaan suatu bidang usaha yang dapat menghasilkan profit. Hasil dari profit tersebut dapat digunakan dalam kegiatan-kegiatan tertentu.
Tetapi bukan berarti ormas dan LSM harus menolak sumbangan dari pihak lain. Sumbangan itu masih dibutuhkan namun sebatas bantuan kecil, bukan sebagai penunjang utama. Bila perlu masuk-keluarnya dana-dana ormas dan LSM di ungkap ke publik sebagai bentuk transparasi demi terciptanya independensi dan meningkatkan kepercayaan dari masyarakat.
Kemudian, ada pula mahasiswa sebagai elemen dari civil society juga tidak bisa jadi satu-satunya harapan. Sebab mahasiswa dalam hal ini generasi milenial ada yang masih meraba-raba perannya sebagai pihak yang dituntut untuk menyuarakan kebenaran. Sebagian mahasiswa masih berkutat pada pencarian jati diri dan sedang menikmati masa mudanya yang indah sehingga urusan-urusan negara yang kompleks dianggap kurang penting.
Sebagian mahasiwa menganggap masalah-masalah politik yang terjadi di pemerintahan tidak terlalu berpengaruh pada kehidupan pribadi apalagi urusan percintaan. Keengganan untuk terlibat dalam proses demokrasi memuculkan sifat apatis tingkat akut. Padahal, cara-cara untuk menekan pemerintah menjadi tidak efektif jika mahasiswa tidak sadar tentang peran besarnya sebagai agent of change.
Tetapi bukan berarti semua mahasiswa punya karakteritisik yang sama. Sejarah mencatat betapa mahasiwa telah memberi sumbangsih yang nyata dalam penggulingan orde baru dan lengsernya Soeharto. Lahirnya Reformasi tidak terlepas daari jasa para mahasiswa yang berani bersuara lantang terhadap negara yang otoriter. Oleh karena itu, tugas mahasiswa dewasa ini adalah mempertahankan idealismenya.
Kesadaran tentang betapa pentingnya fungsi mahasiswa dalam mempengaruhi negara perlu ditingkatkan lewat kegiatan organisasi, forum diskusi, seminar, dan kegiatan-kegiatan sosial yang edukatif. Mahasiswa juga perlu memupuk semangat nasionalisme dan mengingat perjuangan pahlawan-pahlawan bangsa yang telah berjuang dalam kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, ada pula peran pers yang dalam kehidupan negara disebut sebagai pilar ke-4 demokrasi. Ada sebagian orang yang mulai skeptis terhadap keberadaan pers atau jurnalisme. Ini diakibatkan tingginya kapitalisme dan komersialisasi media. Beberapa pemilik media memang menunjukan kekuasaannya dalam menggiring opini masyarakat. Cara itu dilakukan untuk mempertahankan citra dan kekuasaan.
Bahkan beberapa bos-bos media terjun ke politik, berpihak pada aktor-aktor tertentu, berafiliasi dengan negara dan terlibat dalam regulasi sehingga independensinya patut dipertanyakan. Masyarakat yang sadar tentu menjadi antipati dan menganggap semua yang diberitakan media tersebut telah dikotori oleh kepentingan politik yang busuk. Namun bagi masyarakat yang tidak sadar akan terpengaruhi oleh mereka.
Media juga telah jadi ladang komersial untuk mencari profit yang sebesar-besarnya sehingga media tidak lebih dari sekedar komoditas bisnis. Istilah seperti bad news is a good news merupakan salah satu motor penggerak media. Karena berita jelek merupakan produk andalan media. Maka jika media tidak memberitakan kabar yang viral dan bombastis atau semacamnya ya bukan media namanya.
Masyarakat sebagai konsumen hanya bisa disuapi oleh pemberitaan kurang penting yang bahkan tidak berpengaruh sama sekali terhadap hajat hidup orang banyak. Tetapi masyarakat juga harus menyadari bahwa media yang terlalu mementingkan sisi komersialnya tidak terlepas dari permintaan masyarakat. Kita tidak bisa menyalahkan seratus persen kepada media terhadap konten berita yang aneh-aneh.
Karena Media tidak akan memproduksi berita kurang penting kalau masyarakatnnya sendiri tidak peduli pada berita kurang penting tersebut. Kenyatannya di lapangan kan tidak seperti itu. Masyarakat memang suka dan tertarik pada berita sepele sebagai bagian dari hiburan. Mau tidak mau, media pun memenuhi keinginan masyarakat yang haus akan berita yang sifatnya menghibur.
Oleh karena itu, masyarakat yang punya akses informasi yang beragam dari media, perlu cermat dalam menanggapi berita. Tidak lantas menelan mentah-mentah saja setiap berita dari media cetak, televisi ataupun media online. Apalagi sekarang banyak media abal-abal yang tak bertanggung jawab. Tidak mengikuti kaidah seorang wartawan atau kode etik jurnalis. Ditambah lagi berita hoax yang sering tersebar lewat broadcast atau grup WhatsApp. Maka akses informasi menjadi semakin riskan untuk dibaca.
Pers seharusnya bisa kembali pada fungsinya sebagai mediator antara penguasa dan masyarakat. Terutama dalam menginformasikan kebijakan-kebijakan pemerintah secara terbuka, tidak berpihak dan mampu melihat celah atas kebijakan yang dianggap tidak beres sehingga bisa membantu ormas, LSM, kelas menengah atau cendikiawan untuk menegur pemerintah.
Dan yang terakhir, salah satu elemen civil society juga mengenal adanya kelas menengah dan cendiawan. Kedua-duanya punya karakter yang sama yaitu memiliki daya kritis yang tinggi dan kemamuan untuk menggerakan. Mereka adalah kaum-kaum terpelajar, berpendidikan dan punya keilmuan yang tinggi dalam bidang tertentu.
Sebagai orang yang punya keahlian dalam ilmu, cendikiawan punya keleluasaan dalam mengkritisi sekaligus memberi masukan-masukan positif kepada negara lewat karya. Baik itu lewat tulisan maupun kajian-kajian ilmiah. Dan kelas menengah bisa membantu kelas bawah untuk berani bersuara, menyampaikan aspirasi mereka lewat aksi seperti demonstrasi.
Seperti para petani yang merasa hasil panennya kurang laku akibat impor beras yang tinggi dari pemerintah. Petani melalui serikat petani yang dibangun oleh kelas menengah bisa membantu menyuarakan keluhan itu kepada pemerintah. Lewat kelas menengah inilah pula yang mengindikasikan adanya gerakan-gerakan protes atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang besebrangan dengan kehendak sebagian masyarakat, bisa melalui petisi atau kemunculan gerakan tagar-tagar tertentu di media sosial.
Pada akhirnya setiap elemen dalam civil society harus saling bahu-membahu untuk mewujudkan pemerintah yang berpihak pada rakyat. Pihak-pihak yang punya kepentingan pribadi dan kelompok harus ditekan terus-menerus agar mereka tahu diri. Apa yang dilakukan orang-orang yang duduk di pemerintahan perlu diperingati, kalau perlu diberi sanksi hukum yang berat jika terbukti menyalahgunakan kekuasannya.
Masyarakat juga harus jeli terhadap elemen-elemen civil society yang menyimpang dari fungsinya. Karena penyimpangan sebenarnya bukan saja dilakukan oleh negara saja tetapi juga dari civil society itu sendiri. Dan yang terpenting bagi civil society adalah menjaga idealisme karena itu merupakan kunci agar civil society tetap pada fungsi utamanya sebagai pengingat pemerintah untuk tetap memperdulikan nasib warga negaranya.
image by total-croatia-news.com
Tidak ada komentar: