#4 Dibalik Nulis: Jurnalis dan Dunia Menulis
Ayah saya beberapa bercerita soal bagaimana seorang wartawan mencari dan menemukan berita. Yang ada di pikiran saya, saya merasa tidak mampu melakukan apa yang ayah saya lakukan. Meski begitu, entah kenapa selama ini saya cukup concern dengan dunia jurnalis terutama hal-hal yang berhubungan dengan media massa. Seringkali saya tak sengaja membaca buku-buku jurnalisme sampai tamat. Bahkan beberapa kali tulisan yang saya tulis di media saat ini cukup sering membahas soal media dan pola kerja wartawan.
Dari SMA sampai kuliah saya sempat coba-coba masuk ke organisasi yang berhubungan dengan dunia kewartawanan. Alasannya bukan karena saya "jatuh cinta" dengan dunia jurnalisme, tetapi lebih kepada ingin memuaskan rasa penasaran saja. Setelah rasa penasaran itu terpuaskan, ya akhirnya saya resign juga dengan cara tidak bertanggung jawab (untuk hal ini jangan ditiru ya).
Bagi saya, jurnalis dengan segala tetek bengeknya memang bukan gaya saya banget. Sebab selama ini saya tidak terlalu mahir bertemu dengan orang-orang baru, kemapuan komunikasi verbal saya buruk dan saya tidak cakap berbicara maupun mengulik pertanyaan dari narasumber. Jadi hingga saat ini saya tidak pernah berpikir untuk jadi jurnalis. Saya tertarik pada dunia jurnalism hanya sebatas sebagai pengetahuan umum saja, tidak untuk saya praktekkan.
Sekarang saya merasa punya jalan lain dalam mengembangkan kemampuan menulis. Dulu saya sempat berpikir jika saya ingin hebat menulis maka saya harus dekat dengan dunia jurnalis. Tapi kenyataaannya tidak seperti itu. Ternyata jurnalis hanya satu platform dari belasan opsi yang tersedia bagi seseorang yg ingin mengembangkan kemampuan menulis.
Oleh sebab itu, saya meninggalkan embel-embel jurnalis dalam daftar kepenulisan saya. Saya fokus pada penulisan kreatif dan mengembangkan konten tulisan yang lebih variatif. Saya menulis segala hal dari apa yang ingin saya tulis. Saya tidak membatasi diri saya dengan topik tertentu. Saya menulis berbagai topik dari isu sosial, politik, budaya, agama, hiburan, sampai kesehatan. Dari hal ringan, sepele, remeh-temeh sampai tulisan yang cukup berat untuk dibahas.
Kalau dulu, awal-awal menulis saya hanya fokus pada tulisan fiksi seperti puisi, sajak dan cerpen. Namun kemudian saya mulai keluar dari zona nyaman dengan memberanikan menulis artikel dan esai berupa opini. Setelah itu saya mulai belajar menulis review film dan buku. Saya pelajari dari nol hingga sekarang.
Butuh jam terbang lebih banyak bagi saya untuk mengembangkan lagi kemampuan menulis saya yang masih pas-pasan ini. Setidaknya, sampai saat ini saya masih rutin mengasah kemampuan menulis.
Kenapa saya begitu bergairah dengan menulis? karena ini satu-satu ruang bagi saya untuk menuangkan hal-hal yang tidak pernah tersampaikan lewat diskusi maupun obrolan dengan teman-teman. Saya bisa berbicara bebas tentang apa yang saya pikirkan dan bagaimana saya melihat dunia ini dengan menggunakan kacamata saya sendiri.
Ada sebuah kutipan dari seorang sastrawan legend Indonesia, Pramoedya Ananta Teor yang ikut menguatkan alasan saya menulis. Dia pernah berkata, "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ini ia tidak menulis, ia akan hilang di masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah pekerjaan untuk keabadian."
Kenapa saya begitu bergairah dengan menulis? karena ini satu-satu ruang bagi saya untuk menuangkan hal-hal yang tidak pernah tersampaikan lewat diskusi maupun obrolan dengan teman-teman. Saya bisa berbicara bebas tentang apa yang saya pikirkan dan bagaimana saya melihat dunia ini dengan menggunakan kacamata saya sendiri.
Ada sebuah kutipan dari seorang sastrawan legend Indonesia, Pramoedya Ananta Teor yang ikut menguatkan alasan saya menulis. Dia pernah berkata, "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ini ia tidak menulis, ia akan hilang di masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah pekerjaan untuk keabadian."
Tidak ada komentar: