Hijrah dalam Diam
Seorang mengaku dirinya terlumur oleh banyak dosa. Kemudian ia dipertemukan dengan sekumpulan manusia yang mengaku bisa menghantarkan dirinya membersihkan segala dosa.
Ia tentu senang bukan main. Namun ada prosedur yang perlu di tempuh. Ada syarat yang harus dipenuhi. Ada ritual yang semestinya dilaksanakan untuk seseorang yang ingin hijrah.
Bisakah ia melaksanakannya?
Mudah saja. Yang perlu ia lakukan hanya sedikit lebih banyak mendekatkan dirinya pada Tuhan, lebih dari biasanya. Hal yang paling penting sebagai tanda bawa dia sudah hijrah adalah menampakkan semua simbol-simbol agama. Mengenakan segala atribut keislaman.
Yang biasa pakai topi kini pakai kopeah. Yang biasa pakai pakaian ketat kini longgar dan menjuntai sampai ujung kaki. Yang ikhwan kemudian menumbuhkan jenggot, mencingkrangkan celananya.
Sang manusia hijrah berubah. Sosial medianya tidak lagi dipenuhi post-post unfaedah. Namun lebih banyak diisi oleh quote dari para ustad online yang bertebaran di linimasa. Belum lagi post foto dan video dirinya sedang mengaji, mendatangi kajian-kajian. Ditambah foto-foto bersama dengan ustad-ustadzah, bersama teman seperjuangan lalu di upload di sosial media dengan dibumbui caption motivasi atau kutipan hadist dan ayat-ayat al-Quran.
Semua itu cukup membuat orang-orang di sekitarnya berpikir bahwa dirinya telah hijrah. Pujian dan sanjungan kemudian terlontar dari orang-orang. Image buruk yang melekat pada dirinya dulu telah hilang atas simbol islami yang diperlihatkan pada orang-orang.
Dalam kehidupan lain, ada orang yang melakukan hal yang sama. Hijrah sebagaimana muslim yang kembali dekat dengan Tuhannya. Caranya berhijrah jauh lebih sederhana. Ia tak berbuat banyak untuk mengubah caranya berislam. Tapi ia mempebaiki praktek-praktek agama yang dirasa kurang.
Dulu, ia sudah terbiasa melaksanakan sholat 5 waktu. Bedanya kini ia memperbaiki bacaanya dengan lebih khusu. Pilihan surat yang ia baca diganti dengan surat-surat yang lebih panjang, bukan lagi al ikhlas dan annas. Ia tak lagi terburu-buru dalam sholat. Kini, ia menambah jadwal sholat berjamaahnya di mesjid. Yang dulu magrib saja sekarang di tambah dhuhur dan ashar.
Ia tak sempat membeli kopiah, dan gamis panjang. Tapi ia mulai dengan menyuci bersih pakaian kokonya. Lalu memakainya ketika sholat jumat. Tak lupa memakai celana kain hitam. Sebab dulu, sholat jumat saja ia hanya pakai kaos oblong dsn celana jeans. Lepas sholat, ia tak lagi langsung minggat. Ia duduk sejenak, melafalkan doa-doa kecil untuk orang tuanya.
Di sosial media, ia tak pamer quote islami, tidak pula membagikan video dakwah. ia hanya mengurangi postingan unfaedah. Tidak lagi update kemana ia pergi, update makanan dan jalan-jalan. Bahkan ia kurangi main instagram demi meluangkan diri membantu orang tuanya di dapur dan melakukan pekerjaan rumah.
Ia tak ikut kajian, apalagi berfoto dengan komunitas hijrah. Ia hanya membeli beberapa buku islami, mempelajarinya. Ia tak berusaha menceramahi orang lain hanya karena ia telah lebih agamis, tapi ia lebih meluruskan niatnya, mengevaluasi ucapannya, perkataannya, mengurangi gibah dan kata-kata yang cuma menghabiskan waktu.
Di hadapan orang-orang, hijrahnya tak nampak. Tak terlihat. Ia tak menunjukan perubahan yang banyak karena perubahan itu hanya dirasakan oleh dirinya saja.
Ia memang hijrah. Hijrah dalam diam.
Tidak ada komentar: