Sesuatu yang Sulit Diperjuangkan
Tidak semua orang bisa dan mau memperjuangkan sesuatu untuk orang lain.
Sepercik semangat karena kecintaan pada seseorang mungkin bisa memberi adrenalin untuk bisa berkorban.
Tapi tak semua orang mampu melakukannya. Tak semua orang dibutakan oleh cinta. Tidak sedikit yang lebih memikirkan realita.
Jika hidup kita terjebak antara banyak pilihan, seringkali kita pun bingung sendiri. Ada memori indah yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
Disisi lain, ada harapan menjadi lebih baik dengan yang baru. Mana yang akan kita pilih? Dengan berat hati kita terpaksa harus mengambil salah satunya.
Meski bingung, mau tidak mau pilihan diserahkan pada sang pemilik hati. Lebih-lebih keputusan perlu dipikirkan dengan pikiran yang jernih. Tak boleh ceroboh.
Kita tidak bisa mewujudkan apa yang telah kita perjuangkan jika itu bukan takdirNya. Memang, selalu ada pilihan bagi kita untuk berkorban. Tapi tetap saja Tuhan yang menentukan. Ada kenyataan yang harus kita terima ketika Tuhan berhendak tidak sesuai ekspetasi kita. Lantas kita mau apa? Mau melawan Tuhan?
Saya selalu percaya pada batas-batas takdir. Dimana apa yang saya perjuangkan tidak akan melebihi batas-batas itu. Kenapa harus ada batas? Sebab manusia punya jalan takdirnya sendiri-sendiri. Dan saya percaya semua dibentuk olehNya atas dasar keseimbangan.
Kita tidak bisa menuntut semua orang menjadi kaya, kuat, punya kuasa. Pasti ada bagian bagi mereka yang jalan hidupnya 'begitu-begitu saja'. Bukan lantas Tuhan itu jahat. Tetapi keseimbangan itu harus ada.
Toh jika semua orang bahagia karena materi dunia, lantas siapa yang mau sadar tentang arti bersyukur? Kadang-kadang rasa syukur itu lahir karena kita berhasil keluar dari kesulitan. Jika tak mengenal susah, pelajaran hidup apa yang bisa kita syukuri lagi?
Kita mengenal kata "tidak mungkin". Kata itu bukan isapan jempol belaka. Orang-orang percaya dengan lawan katanya: tidak ada yang tidak mungkin. Bagi saya itu keliru. Dunia ini punya banyak batasan takdir. Dan "tidak mungkin" adalah kalimat paling realistis untuk menyikapi kenyataan.
Agar apa? Agar kita tidak muluk-muluk dengan hal diluar batas takdir. Berusaha dibolehkan. Semua orang bahkan harus berusaha. Tapi jika tahu yang digariskan olehNya mentok sampai situ saja, ya kita bisa apa.
Kita tentu tidak tahu sampai mana batas-batas itu secara jelas. Tapi biarkan Tuhan yang mengurusnya. Kita manusia hanya menjalani apa yang kemungkinan bisa diperjuangkan dengan maksimal. Soal terwujud atau tidak, biarkan itu jadi ceritanya sendiri.
Tidak ada komentar: