Public Figure dan Komentar Jahat Netizen
Banyak public figure, baik dari kalangan aktor, musisi, selegram maupun youtuber, mereka semua tidak pernah terlepas dari nyinyiran netizen.
Netizen sebetulnya bisa disebut sebagai revolusi digital di bidang per-gibah-an. Dulu gibah hanya bisa dilakukan emak-emak di tongkrongan tukang sayur atau di club warung kopi suami-suami takut istri. Kalau sekarang gibah sudah berevolusi via komentar Youtube dan media sosial.
Bedanya, gibah lewat kolom komentar bisa dilakukan tanpa mengenal satu sama lain. Mereka bisa gibah tanpa harus berkenalan terlebih dahulu.
Dan biasanya, orang yang sedang di gibah-kan kemungkinan besar pasti membaca semua isi gibahannya netizen. Itulah ajaibkan gibah online.
Tidak sedikit publik figur secara terbuka menceritakan kesulitan mereka dalam menanggapi haters. Sejak dulu saya sering berpikir bagaimana mereka bisa tetap berkaya dan terus bertahan dengan serbuan haters.
Tapi suatu kali saya membayangkan, jika suatu hari ada orang berkomentar di instagram saya dengan nada yang jahat. Apa saya akan sakit hati? Saya rasa, iya.
Saya juga pernah berandai-andai bagaimana jika saya adalah seorang Awkarin yang setiap hari di nyinyirin netizen yang maha suci, aku penuh dosa.
Dan saya penasaran, bagaimana rasanya jika saya adalah Young Lex yang setiap hari di instagramnya selalu muncul komentar "makan bang, makan bang.." pasti eneuk bukan main.
Meskipun pada kenyataannya, saya bukan lah Awkarin atau Young Lex, tapi saya pernah merasakan sendiri bagaimana tidak enaknya dikomentari jahat oleh netizen. Rasanya benar-benar bikin mood saya hancur.
Saya sering melihat public figure bercerita betapa sakitnya di hate oleh orang di dunia maya. Padahal, jelas-jelas mereka tidak saling mengenal alias belum pernah bertemu face to face.
Jadi sebagian public figure tidak terima di judge karena netizen tidak mengenal diri mereka yang sebenarnya. Katanya netizen cuma tahu mereka dari kulitnya saja.
Disadari atau tidak, hate dari netizen (haters) berpengaruh pada bagaimana seorang public figure dalam berkarya. Mereka jadi cenderung main aman dalam membuat sesuatu. Entah itu memuat tweet, caption atau konten.
Gustika, seorang cucu bung Hatta yang dulu tidak dikenal banyak orang, ketika pertama kalinya viral karena mengkiritik pedas Sandi Uno, ia mengaku mentalnya sempat down.
Gustika (seperti yang saya dengar pengakuannya di podcast) moodnya benar-benar ancur sampai berhari-hari. Dia sedih, nangis dan seterusnya ketika ada seseorang di media sosial mencaki maki dia, membalas tweet-nya dengan kata-kata yang tidak mengenakkan.
Semenjak populer dan punya pengikut media sosial yang jumlahnya cukup banyak, Gustika yang dulu bukanlah yang sekarang.
Dulu dia ngedumel di twitter juga tidak akan ada orang yang notice. Tapi sekarang, dia lempar umpan kecil saja, sudah di samber sama netizen yang maha cerdas.
Jadi sekarang, tentulah Gustika jauh lebih berhati-hati, lebih dipikirin lagi kalau mau nge-tweet. Tapi itupun masih sering di serang.
Istrinya Andhika, Ussy Sulistyawati pernah menangis berhari-hari karena di bully. Bahkan yang di bully bukan dia, tapi anak-anaknya. Dia merasa anaknya tidak punya masalah apa-apa, tapi netizen mem-bully anak-anaknya dengan tidak pantas.
Ada hal lucu sekaligus miris ketika banyak Youtuber mengatakan "jangan komen yang aneh aneh ya" atau "komenlah dengan bijak" atau "komen yang baik baik aja jangan bikin saya sakit hati."
Mungkin kita melihatnya, 'kok mereka baperan ya'. Tapi itu wajar sebenarnya. Kalau kita ada di posisi mereka, kurang lebih kita akan merasakan hal yang sama. Sekuat-kuat mental seseorang, pasti ada saja komentar jahat yang akhirnya bikin nyesek.
Saya yakin mereka mengatakan kalimat seperti itu karena mereka pernah ada di posisi yang hancur banget. Dan itu berdampak pada kehidupan personal mereka.
Tapi beberapa public figure mulai banyak yang menanggapinya dengan bijak. Walaupun saya yakin, sebijak-bijaknya atau sebodo amatnya orang dengan komentar haters, pasti ada sedikit yang berpengaruh ke personal-nya. Entah agak sakit hati atau mempengaruhi moodnya.
Saya saja ketika dulu pernah ada orang yang menghina saya dengan kata kasar karena mengomentari tulisan saya, itu rasanya jleb banget. Walaupun seiring berjalannya waktu, komentar gila seperti itu sudah kebal di pikiran saya.
Tapi saya merasakan sendiri kalau satu komentar buruk saja tentang kita bisa menganggu mood seharian. Melakukan pekerjaan jadi tidak fokus karena gara-gara komentar mereka, mood jadi ancur-ancuran.
Mudah-mudahan, suatu saat nanti, perkembangan teknologi informasi 4.0 bisa mendatangkan inovasi baru berupa santet online agar netizen jahat bisa kapok dalam berkomentar jahat.
Jika produk inovasi itu benar-benar ada, setidaknya harapan kita, netizen bisa di didik agar lebih bijak dalam berkomentar.
Ingat! Jarimu adalah harimaumu! Arrgghhhh...
Foto: silvercitygospelmission.org
Tidak ada komentar: