Kecemasan. Kuliah. Masa Depan.
Nampaknya wajar seorang mahasiswa tingkat akhir punya kecemasan dengan masa depannya sendiri. Akan tetapi saya sadar bukan saya saja yang mengalaminya.
Saya merasa tidak bisa melakukan apa-apa. Yang bisa saya lakukan hanya sekedar menjalani hak dan kewajiban saya sebagai mahasiswa.
Saya merasa tidak bisa melakukan apa-apa. Yang bisa saya lakukan hanya sekedar menjalani hak dan kewajiban saya sebagai mahasiswa.
Diluar itu, yang membuat saya cemas sebetulnya mempertimbangkan apa yang akan saya lakukan setelah lulus nanti? Dari referensi yang saya baca, ada banyak hal yang jauh lebih penting, jauh lebih serius dari sekedar lulus kuliah.
Pertanyaan selanjutnya, apa yang akan saya lakukan setelah saya wisuda?
Ini yang cukup menganggu pikiran saya bahkan sejak saya masuk ke semester 5. Setelah 2,5 tahun kuliah itu, saya mulai berpikir apa goals yang ingin saya capai selanjutnya.
Saya tidak bisa santai-santai, mengalir seperti air atau hanya mengikuti rules yang sudah ada. Obsesi saya jauh lebih dari itu.
Sebab, saya tahu tidak banyak hal yang telah saya lakukan diluar kegiatan belajar di kampus. Saya hanya mengikuti organisasi di satu tahun pertama kuliah.
Saya pun bukan orang yang pintar bersosialisasi, membangun networking dan punya inner circle yang besar. Orang-orang yang saya kenal ya cuma itu-itu aja.
Jadi saya hampir tidak punya channel atau link ke banyak orang. Dan saya mengerti itu bisa menghambat saya di masa depan. Terutama yang menyinggung soal karir dan pekerjaan saya suatu saat nanti.
Jujur, pikiran saya saat ini sebagian besar tidak terfokus di dunia kuliah. Saya jarang menyinggung soal tugas kuliah, ujian proposal, magang bahkan skripsi. Saya tahu, saya merupakan mahasiswa tingkat akhir. Tapi bagi saya ada hal yang jauh lebih penting dari semua itu.
Hal yang paling saya pikirkan sebenarnya lebih kepada kepentingan jangka menengah alias kehidupan setelah saya selesai kuliah.
Hal itu yang akhirnya mendorong saya untuk melakukan segala yang bisa saya maksimalkan untuk menopang skill saya diluar jurusan yang saya tekuni.
Di satu sisi, saya sadar ini buruk. Saya sedikit mengabaikan tugas-tugas kuliah. Saya lebih santai dalam mengerjakan skrispi dan magang.
Saking santainya, saya jadi salah satu mahasiswa yang paling telat mengirim judul proposal ke Dosen. Urusan KKL atau magang pun hampir tidak ada kekhawatiran dalam diri saya disaat teman-teman saya yang lain terlihat riweuh.
Lantas apa yang saya pikirkan diluar masalah kuliah?
Saya berpikir tentang masa depan. Tentang bagaimana saya bisa melakukan sesuatu yang saya sukai dan bisa hidup dari pekerjaan itu. Kalau kata orang bilang itu yang disebut passion.
Tapi yang lebih saya tekankan disini sebenarnya lebih kepada mengembangkan skill disamping ilmu yan saya dapatkan di kampus.
Saya berpikir tentang masa depan. Tentang bagaimana saya bisa melakukan sesuatu yang saya sukai dan bisa hidup dari pekerjaan itu. Kalau kata orang bilang itu yang disebut passion.
Tapi yang lebih saya tekankan disini sebenarnya lebih kepada mengembangkan skill disamping ilmu yan saya dapatkan di kampus.
Yang pertama, saya berusaha meningkatkan soft skill saya dalam bahasa inggris. Saya tahu, mengembangkan kemampuan berbahasa inggris merupakan mimpi saya sejak awal semester kuliah.
Bahkan dulu saya sempat kepikiran untuk ikut les bahasa inggris dan mengikuti pelatihan di kampung inggris. Tapi karena satu dan lain hal, kesempatan itu tidak bisa saya praktekan.
Kemudian jalan sederhana untuk belajar bahasa inggris adalah dengan metode yang sederhana yang sedikit entertaint. Saya menonton beberapa film bahasa inggris, saya menghafal beberapa vocabulary setiap harinya.
Saya banyak menonton tayangan yang berbau bahasa inggris dan mengusahakan agar tidak bergantung pada subtitle. Meski saya tahu cara ini tidak akan maksimal, tapi saya rasa, saya harus terus mencobanya daripada tidak sama sekali kan?
Yang kedua, saya berusaha memaksimalkan skill menulis saya. Karena ini satu-satunya hobi yang paling lama saya jalani. Jadi menurut saya, kenapa tidak saya memaksimalkan hobi ini lebih baik lagi.
Saya terus mengeksplor genre-genre menulis baru. Yang dulu saya hanya menulis soal opini, sekarang saya mulai sering lagi menulis tulisan-tulisan bergaya story telling seperti tulisan ini.
Saya pun lagi suka-sukanya menulis cerita pendek, menulis puisi dan sajak, yang awalnya berawal dari keisengan yang sekarang sudah jadi kebiasaan.
Saya menulis puisi dan sajak hampir setiap hari. Itulah kenapa saya membuat konten yang namanya Sajak Dua Pekan dan Puisi Dua Pekan dimana saya mengumpulkan semua sajak dan puisi yang saya tulis setiap dua minggu sekali.
Tidak hanya sampai situ, saya coba lakukan eksperimen. Saya memposting ulang sajak-sajak yang pernah saya tulis ke feed instagram saya.
Agar lebih menarik, saya menampilan satu cover menarik di slide pertama foto. Kemudian sajak-sajaknya saya tempelkan di slide dua, slide 3 dan berikutnya.
Agar lebih menarik, saya menampilan satu cover menarik di slide pertama foto. Kemudian sajak-sajaknya saya tempelkan di slide dua, slide 3 dan berikutnya.
Saya rasa ini merupakan hal baru bagi saya. Sebelumnya saya pernah menulis tulisan opini di caption instagram. Tapi kekurangannya, saya terkendala dengan batasan karakternya. Instagram membatasi caption hanya sampai 2200 karakter saja.
Proses kreatif yang saya lakukan dalam membuat sajak dalam feed instagram sebetulnya gabungan dari konsep sajak atau kata-kata mutiara seperti di akun @kata.puan, ditambah dengan terinspirasi dari akun-akun fotografi yang secara visual terlihat keren untuk dijadikan background sebuah sajak atau quotes.
Dan akhirnya saya pun berhasil menyelesaikan project sederhana ini di instagram pribadi saya. Kamu bisa cek langsung di instagram saya untuk melihat hasilnya di @Daffa.Ardhan
Atau kamu bisa lihat contohnya dibawah ini:
Dan akhirnya saya pun berhasil menyelesaikan project sederhana ini di instagram pribadi saya. Kamu bisa cek langsung di instagram saya untuk melihat hasilnya di @Daffa.Ardhan
Atau kamu bisa lihat contohnya dibawah ini:
Tidak ada komentar: