Sehari Tanpa Deadline
Kalau bicara tuntutan pekerjaan, pasti tidak akan jauh-jauh deadline. Meski saya bukan seorang karyawan atau pekerja di sebuah perusahaan, tapi saya punya banyak deadline yang harus saya kerjakan.
Deadline disini saya maksudkan sebagai target-target yang ingin saya capai dalam hidup saya. Target itu harus terus di rawat dengan kosistensi, komitmen dan disiplin tingkat tinggi. Seperti yang saya lakukan sekarang yakni menulis.
Oleh karena saya punya mimpi ingin menjadi penulis profesional maka sudah sewajarnya saya melatih secara terus-menerus kemampuan menulis ini. Sebab menulis itu sama seperti mengasah pisau. Semakin sering dilatih atau diasah, maka akan semakin tajam.
Saya memasang beberapa target dalam hidup saya. Dari yang terkecil sesimpel target bisa makan teratur (karena saya sering makan seenak udelnya), sampai skala yang agak berat seperti target nulis buku pertama saya yang tak pernah selesai itu.
Di satu sisi saya merasa seperti orang yang ambisius sebab punya banyak target. Disisi lain saya jadi tidak menikmat hidup saya karena terlalu di pusingkan dengan berbagai target--yang dalam hal ini deadline.
Setiap hari saya berusaha agar to do list yang saya buat semuanya sudah terlaksana. Tapi saya akui kewalahan. Pasti saja, ada satu atau dua list yang terlewat. Tapi saya sedikit mentolerir diri saya kalau yang terlewat itu hanya akan terjadi sesekali.
Rasanya memang memusingkan jika setiap hari harus memgejar deadline. Walaupun saya tahu apa yang saya lakukan dikerjakan dengan senang hati. Tapi deadline tetaplah deadline. Pasti ada beban yang dirasa. Beban itu bisa memicu setres juga.
Itu baru soal target atau deadline yang berhubungan dengan pekerjaan. Belum masalah lain yang bagi saya tidak terlalu substantif, tapi sangat menganggu mood seharian.
Terkadang dalam hidup ini kita pasti pernah punya masalah dengan orang lain. Entah dalam circle keluarga atau pertemanan. Hal seperti itu bisa menambah setres juga.
Jadi setres karena deadline dan setres karena masalah sosial terakumulasi menjadi satu. Hal yang biasa saya lakukan tidak ada cara lain selain switch pikiran ke hal-hal yang bisa menghibur.
Saya dengarkan lagu, nonton film, youtube, main sosmed. Tapi percayalah, cara tersebut memang tidak menyelesaikan masalah. Hanya saja mencari hiburan dikala setres, pikiran kita jadi lebih rileks.
Saya mencoba memikirkan lagi tentang target-target saya. Tentang deadline yang hampir setiap hari saya lakukan. Kemudian saya berpikir ada sisi dalam hidup saya yang berkurang, yakni soal menikmati hidup.
Saya baru ingat ada beberapa film yang ingin saya tonton. Tapi cuma karena sok-sibuk dengan deadline, saya terus menunda-nunda menontonnya. Ada juga hobi-hobi saya yang lain yang sudah lama tak saya sentuh.
Diluar itu, ada kewajiban saya yang lain yang terabaikan. Jadi, sepertinya deadline telah mematikan bagaimana saya menikmati hidup.
Menjadi orang yang terobsesi dengan target atau pencapaian tertentu memang baik. Saya melakukan semua itu demi masa depan saya nanti. Tapi jadi sesuatu yang keliru karena saya jadi tidak enjoy menjalani rutinitas saya.
Menjadi orang yang terobsesi dengan target atau pencapaian tertentu memang baik. Saya melakukan semua itu demi masa depan saya nanti. Tapi jadi sesuatu yang keliru karena saya jadi tidak enjoy menjalani rutinitas saya.
Akhirnya saya memutuskan untuk rehat sejenak dari kesibukan saya dengan deadline. Saya biarkan deadline terbengkalai seharian. Lalu selama seharian itu saya melakukan segala hal yang bikin saya happy.
Saya berusaha melupakan semua deadline-deadline saya. Saya pergi keluar, makan, dan sekedar jalan-jalan keliling kota. Saya merasa sangat puas hari itu. Ternyata selama beberapa bulan ini, memang ada yang hilang dalam diri saya yakni menjalani hidup santuy.
Seharian bebas dari segala macam tekanan tugas dan target yang kadang memusingkan itu. Saya melakukan hal ini bukan berarti saya meninggalkan kewajiban. Tapi saya mencoba me-refresh pikiran saya sehari saja untuk kembali bekerja lagi di hari esok.
Ini sama seperti orang diet yang melakukan cheating day. Ketika kita setiap hari dipenuhi deadline pun, ada baiknya kita luangkan waktu sehari saja untuk membebaskan diri dari tekanan deadline. Sehari saja loh ya.
Setelah membebaskan diri dari deadline selama seharian, saya terinspirasi untuk melakukannya di hari lain. Maksudnya, sepertinya saya harus menentukan waktu kapan saja saya harus bebas deadline. Misalnya seminggu sekali atau sebulan dua kali.
Bagi kamu yang juga mengalami hal yang sama seperti saya. Mungkin bisa coba cara saya: tidak mengerjakan deadline apapun selama seharian dan melakukan kegiatan yang paling kamu sukai selama seharian penuh.
Tidak ada komentar: