Jangan Bergeming pada Body Shaming
Katanya, body shaming paling jahat adalah body shaming pada diri sendiri. Kita sering mengatakan kekurangan tubuh kita dengan kalimat hinaan.
Atau kita membanding-bandingkan bagian tubuh sendiri dengan artis atau publik figure yang punya tubuh lebih menarik. Akhirnya perasaan insecure atau kurang percaya diri itu malah datang dari sendiri, bukan dari orang lain.
Yang sering terlihat oleh kita memang body shaming lumrah ditunjukan pada orang lain. Tapi apapun bentuknya, body shaming bisa memunculkan perasaan insucure karena tuntuan sosial yang memaksa kita tampil sempurna secara fisik.
Kalau tidak punya wajah atau badan "ideal", body shaming jadi kalimat yang paling sering dikeluar.
Saya senang beberapa tahun ini body shaming jadi isu yang sering dibicarakan banyak orang. Ini sebuah kemajuan yang perlu di apresiasi karena orang-orang mulai sadar untuk konsen pada masalah yang berkaitan dengan psikologis dan kesehatan mental.
Tidak seperti dulu ketika saya sekolah. Larangan tentang body shaming masih belum ramai. Apalagi waktu itu saya pernah jadi korban maupun pelaku body shaming. Sebagai korban, perasaan saya ketika fisik saya di hina ya jelas tidak nyaman dan berefek pada kepercayaan diri saya yang berkurang.
Dan sebagai pelaku, ketika giliran saya yang body shaming ke orang lain rasanya menyenangkan. Itu seperti hiburan tongkrongan antara teman-teman sekolah.
Pada masa itu, suatu hari saya dan beberapa teman dimarahi guru BK karena menghina warna kulit teman kami yang gelap. Kami pun disuruh berdiri di tengah lapangan. Kemudian beliau menyuruh kami menulis kertas permintaan maaf sebanyak dua halaman.
Itu pengalaman yang menyebalkan tapi memberi kesadaran baru bahwa penghinaan terhadap fisik sangat tidak dibenarkan. Ya walaupun ujung-ujungnya kami mengulanginya lagi. Maklum bocah keras kepala.
Namun seiring berjalannya waktu, saya mengakhiri kebiasaan buruk itu hingga sekarang. Saya pun ikut bersuara pada orang-orang yang saya kenal. Saya pikir mereka juga punya pemikiran yang sama bahwa body shaming adalah prilaku yang buruk.
Tapi dilain hari dan dilain kesempatan, sebagian dari mereka anehnya masih tetap melakukan body shaming. Saya tidak mengerti jalan pikiran mereka.
Jadi, saya rasa obrolan tentang jeleknya body shaming hanya sebatas obrolan yang lupa untuk di praktekan. Lupa atau memang tidak peduli saja? Ya, whatever.
Dari yang saya alami, pendidikan soal menghargai dan mencintai apapun bentuk tubuh sendiri belum jadi konsen banyak guru di sekolah. Padahal masalah sosial yang terjadi sampai hari ini, isu-isu seperti body shaming punya dampak yang fatal bagi seseorang.
Body shaming itu seperti cermin yang selalu di arahkan pada orang lain. Mereka menyuruh orang lain bercermin agar sadar kalau fisik mereka tidak "ideal".
Padahal kalau diarahkan pada diri sendiri, cermin itu mungkin akan mengatakan fisik mereka pun tidak menarik.
Saat ini, saya rasa mereka yang peduli betapa pentingnya menerima kekurangan tubuh sendiri harus lebih keras suaranya daripada mereka yang terlalu nyaman dengan body shaming.
Kadang sebagian orang tidak sadar ucapan tentang fisik yang keluar dari mulut mereka bisa menyakiti orang lain.
Memang sulit hidup di zaman dimana semua orang mengagung-agungkan fisik yang "ideal". Walaupun kata ideal sendiri selalu saya pakai tanda petik karena tidak ada yang namanya kata ideal apalagi dengan definisi kulit cantik, wajah simetris, tubuh proporsional, body goals, atau semacamnya.
Ya pada dasarnya saya dan kamu bisa sama-sama belajar untuk mulai berhenti membicarakan kekurangan fisik orang lain, termasuk body shaming pada diri sendiri.
Langkah pertama yang biasa saya lakukan adalah dengan memilih diam ketika ada orang atau teman yang coba mengomentari fisik orang lain.
Saya berusaha agar jangan pernah ikut-ikutan lagi melakukan body shaming hanya karena terlihat menyenangkan untuk dijadikan bahan gibah dan bercandaan.
Tidak ada komentar: