Pelajaran Berharga tentang Uang
Sama seperti pola pikir, kedewasaan seseorang tentang uang tidak ditentukan oleh usia.
Waktu kecil saya pikir uang itu bisa di ambil sepuasnya dari bank. Makannya ketika saya merengek ingin dibelikan sesuatu sama orang tua, saya selalu bilang, "Kan bisa ambil di bank!"
Menjelang remaja saya baru tahu fungsi bank yang sebenarnya. Saya baru ngeh kalau bank bukanlah mesin cetak. Dari situ saya tahu kalau bank adalah tempat menyimpan gaji ayah saya. Jadi ketika ayah mengajak saya ke bank, saya paling semangat karena itu artinya saya akan beli mainan baru.
Semasa kecil, saya belum memikirkan tentang betapa sulitnya mencari uang. Yang saya tahu hanya betapa mudahnya uang bisa menghilang dari genggaman.
Dari segi finansial, masa kecil saya cukup bahagia. Keluarga saya termasuk berkecukupan untuk membeli hampir semua barang-barang yang saya inginkan.
Namun ketika keadaan ekonomi keluarga sedang ada dibawah, saya sempat merasa kesal. Ada banyak barang yang saya inginkan di tolak oleh orang tua. Saya punya ego tinggi untuk memaksa mereka melakukan apa yang saya inginkan.
Saya bisa benar-benar marah jika keinginan saya tidak dipenuhi orang tua. Itu yang menyebabkan saya tumbuh menjadi sosok anak kecil yang pemarah dan juga cengeng.
Katanya, orang baru bisa dewasa dalam mengatur uang ketika sudah bisa cari uang sendiri. Sebab dia tahu kalau mencari uang itu susah dan perlu kerja keras.
Saya setuju, tapi masalah selanjutnya, kalau sudah punya uang hasil dari keringat sendiri, saya rasa setiap orang akan punya kecendrungan untuk segera menghabiskannya. Dengan catatan, jika orang itu belum belajar bagaimana cara mengatur uang dengan bijak.
Dan hal itu terjadi pada saya. Saya pernah ada di posisi boros sekali. Di honor pertama menulis, saya habiskan semua uangnya saat itu juga. Honornya memang tidak besar. Tetapi itu bukan alasan untuk menghabiskannya dengan cepat.
Di honor kedua, ketiga dan selanjutnya tetap tidak ada perubahan. Saya tetap boros. Namun ada masanya saya menyesal dan berpikir ulang, sebenarnya kenapa uang itu sulit datang tapi mudah hilang?
Sebenarnya mana yang benar-benar saya perlukan dan mana yang sebatas keinginan saja?
Bagi saya, kalau soal uang, orang itu dibagi menjadi dua tipe. Pertama, mereka yang sudah bijak dengan uang bahkan sebelum mereka merasakan mencari uang sendiri. Kedua, mereka yang baru saja bijak dengan uang ketika dihadapkan pada masalah ekonomi yang buruk.
Nah, saya termasuk yang nomor dua.
Ketika ekonomi keluarga sedang drop, saya sadar, saya tidak bisa lagi meminta banyak hal yang saya inginkan. Semisal ingin beli smartphone. Akhirnya saya putar otak. Saya kurangi jajan dan mulai belajar menabung.
Dengan belajar menabung, saya bisa mengerti kalau ingin sesuatu itu harus ada usaha. Harus mengorbankan satu hal demi hal lain yang saya perlukan. Bahkan saya mulai belajar tentang dalam skala kecil.
Saya mulai memilah dan memilih mana kebutuhan dan mana keinginan. Kemudian saya bisa kurang-kurangi keinginan dan memprioritas kebutuhan terlebih dahulu. Semenjak itu, saya lebih banyak bersyukur.
Saya pun tidak banyak menuntut. Saya lebih berusaha menerima apa yang sudah diberi. Kalau dapat rezeki ya alhamdulilah, kalau tidak ya tidak apa-apa.
Perjalanan saya tentang uang merupakan perjalanan yang panjang. Saya rasa sebagian orang mengalami hal yang sama dengan saya. Masa kecil adalah kebodohan bagaimana seseorang belum mengerti dalan memanfaatkan uang sebaik-baiknya.
Kemudian seseorang akan belajar dan belajar terus seiring mereka punya tanggung jawab dan merasakan sendiri bahwa uang perlu dikelola dengan bijak. Jika salah dan terus melakukan kesalahan seperti berprilaku konsumtif, artinya orang itu belum belajar banyak tentang uang.
Sama seperti pola pikir, kedewasaan tentang uang tidak dipatok dari usia. Masih banyak di lingkungan saya yang umurnya jauh di atas saya, tapi sikapnya terhadap uang masih sama seperti anak kecil yang tidak bisa mengatur uang dengan baik.
Saya masih belajar dan terus melakukan trial and error dalam mengelola uang. Tapi setidaknya saya tahu masa lalu saya. Tahu bagaimana kebodohan saya dengan sikap borosnya dan saya tidak mau itu terjadi lagi di kemudian hari.
Tidak ada komentar: