Orang Dewasa yang Merindukan Masa Kecilnya
Teman saya, sebut saja Karin, suatu pagi ia duduk di teras rumah sambil menyaksikan gerombolan anak-anak SD yang berangkat sekolah. Ketika saya duduk di sampingnya, dia mengatakan, "Enak ya, jadi anak kecil."
"Enaknya kenapa?" tanya saya.
"Ya enak aja. Hidupnya cuma buat main dan belajar. Enggak punya banyak masalah kayak orang dewasa."
Perkataannya mungkin terdengar klise. Ini sama seperti lelucon yang sering saya temui di media sosial. Isinya kurang lebih seperti: waktu kecil membayangkan jadi orang dewasa itu enak, tapi setelah dewasa malah mau jadi anak kecil lagi.
Lelucon itu terdengar lucu, tapi saya rasa semua orang merasakannya. Bagi saya, apa yang keluar dari mulut Karin tentang anak-anak SD merupakan refleksi tentang betapa beratnya memikul tanggung jawab sebagai orang dewasa.
Setelah kita dewasa, kita tidak hanya diharuskan mandiri, tapi juga harus mengerti pada konsekuensi. Tidak bisa lagi seperti anak kecil yang kalau salah, masih diberi toleransi (memang tidak semuanya begini. Tapi setidaknya itu yang pernah saya rasakan).
Kalau kata orang, kita masih bisa bersembunyi di ketiak orang tua. Apa saja yang beresiko masih bisa di bawah tanggung jawab mereka.
Setelah dewasa, semua tanggung jawab itu diserahkan pada kita sepenuhnya. Kita punya tanggung jawab besar pada banyak hal. Salah satunya pada masa depan. Dunia orang dewasa selalu menuntut kita untuk selalu punya tujuan. Kalau tidak, hidup akan serba susah. Susah dalam finansial, karir atau bahkan relationship.
Apa yang paling sulit ketika kita dewasa? Bagi saya adalah ketika kita sudah mengerti apa yang inginkan. Namun di sisi lain keinginan itu tidak mudah di wujudkan.
Tidak mudah seperti anak kecil yang merengek minta dibelikan mobil atau boneka. Ketika kita punya keinginan, kita harus berusaha lebih besar. Tidak bisa mengandalkan kemampuan orang tua.
Mungkin ada sedikit kemudahan jikalau kita lahir di keluarga yang serba previlise. Tapi kalau tidak, mewujudkan keinginan harus dicapai sendirian. Di tengah jalan kita akan menghadapi banyak rintangan. Tapi kita tahu kalau itu proses yang harus dilakukan semua orang.
Setelah dewasa, kehidupan menjadi lebih rumit. Kesenangan seringkali terhambat ekspetasi. Berbeda dengan anak kecil, manusia dewasa harus memikul tanggung jawab yang besar untuk menentukan hidupnya mau jadi apa dan seperti apa.
Saya rasa tidak semua orang menyadari tanggung jawab itu. Saya pun sempat merasakanya sebab saya merasa waktu berjalan begitu cepat. Saya sering bertanya-tanya pada diri saya, perasaan baru kemarin ayah mengantar saya masuk SD. Perasaan baru kemarin saya tamat SMA lalu orang tua saya mengajak saya pergi liburan untuk merayakan kelulusan saya.
Dan sekarang, kok tiba-tiba saya sudah mau meninggalkan dunia perkuliahan. Hari kelulusan sudah semakin dekat. Jujur, saya sempat membenci kenyataannya ini. Tapi, mau apa lagi? Ini kenyataan yang harus dihadapi. Perjalanan yang sudah saya lewati sebelumnya tidak bisa saya ulang.
Momen di masa lalu yang pernah saya ingat sebagian sudah terbingkai dalam foto. Sebagian lagi hanya menempel dalam ingatan. Dan suatu hari momen itu mungkin akan terlupakan juga. Kenangan yang saya rasakan kemudian akan pergi meninggalkan masa depan.
Kegelisahan saya, Karin atau kita yang sedang tumbuh menjadi dewasa merupakan fase yang nyata. Kita akan selalu mengalaminya. Saya mengerti apa yang Karin pikirkan.
Orang-orang seperti Karin yang merindukan masa kecilnya. Namun saya tahu ia sedang butuh menghilangkan penatnya. Mungkin berandai-andai menjadi anak kecil adalah pelarian yang menyenangkan baginya.
Tidak ada komentar: