Tentang Kesulitan Beradaptasi
Hal ternyaman dalam hidup adalah ketika kita sudah tidak perlu lagi beradaptasi. Setidaknya itu yang saya rasakan selama ini. Saya senang dengan hidup yang penuh pengulangan, kebiasaan dan lingkungan yang sama sepanjang waktu.
Saya benci jika dipaksa harus merubah keadaan, banting stir dengan hal yang biasanya tidak saya kerjakan,
kemudian harus kembali beradaptasi, dengan lingkaran baru, suasana baru, orang baru dan semua hal baru yang sebelumnya tidak pernah saya coba.
Dalam beradaptasi, saya dipaksa mengatur ritme hidup saya. Saya dipaksa mengubah pola pikir, meninggalkan kebiasaan lama atau berpisah dengan masa-masa yang harus saya tinggalkan saat itu juga.
Kemudian saya pun akan dihadapkan pada hal yang asing dalam hidup saya. Terkadang beradaptasi membuat saya tidak nyaman karena saya harus menghadapi keadaan yang tidak familiar.
Itulah kenapa saya tidak begitu suka dengan beradaptasi dalam hal apapun itu. Kesulitan saya dalam beradaptasi seringkali disadari ketika saya butuh waktu yang lebih lama dibandingkan orang lain untuk mencerna segala sesuatu yang sebelumnya belum pernah saya rasakan.
Dalam berteman saja, saya butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa akrab dan lebih jujur dalam obrolan. Memang selama ini saya fake? Tidak, tapi saya merasa lebih banyak basa-basi tidak berisi.
Mungkin bukan saya saja yang merasakan hal ini. Sebagian besar orang juga mengalami. Beradaptasi merupakan momen yang tidak menyenangkan. Ketika saya naik ke bangku SMP, saya harus beradaptasi dengan teman baru. Naik ke SMA, saya mengulangi adaptasi itu.
Begitu pun dengan masa Kuliah. Bahkan adaptasinya lebih sulit dari masa sekolah. Bukan saja soal pertemanan ya, pola pikir dan cara belajar atau sebatas cara berpakaian pun perlu di adaptasi. Seiring bertambahnya usia, beradaptasi nampaknya jadi hal yang mutlak.
Dan ketika saya sadar saat ini masa kuliah saya akan segera berakhir, saya seperti diingatkan lagi kalau saya akan kembali pada fase beradaptasi. Beradaptasi pada dunia kerja. Saya akan menghadapi dunia baru yang tidak tahu akan seperti apa.
Dalam asmara misalnya, setelah hubungan itu kandas, saya perlu beradaptasi lagi dengan status baru yang berbeda. Tidak ada lagi ucapan-ucapan lucu dan aneh di malam sebelum tidur. Tidak ada lagi kebersamaan di hari weekend.
Atau, setelah keadaan ekonomi keluarga sedang berada di bawah, saya harus beradaptasi lagi dengan gaya hidup saya. Semua yang menyangkut kebutuhan sekunder bahkan tersier sedikit demi sedikit dikurangi dan kalau perlu dihilangkan. Ketika semua serba pas-pasan, yang terpenting adalah bisa memenuhi kebutuhan pokok dulu.
Kalau saya di tanya, apakah saya siap beradaptasi lagi? Jawabannya tentu saja tidak siap. Tapi saya coba pikir-pikir lagi. Sejauh yang saya ingat, beradaptasi tidak selalu berakhir buruk. Kadang rasa tidak nyaman itu pasti muncul, tapi beberapa banyak yang masih bisa saya atasi. Yang tidak sanggup saya bayangkan adalah bagaimana menjalani prosesnya.
Namun setelah proses beradaptasi itu berhasil saya lewati, saya hanya bisa bersyukur dan menikmatinya. Ternyata, beradaptasi pada hal-hal yang tidak saya sukai, tidaklah masalah. Semuanya akan tetap baik-baik saja.
Saya sadar bahwa zona nyaman yang kita miliki sekarang, awalnya juga berasal dari ketidaknyamanan. Apa yang membuat kita nyaman dengan segala yang kita miliki sekarang merupakan hasil dari adaptasi yang tidak menyenangkan. Iya, bukan?
Jadi, beradaptasi memang tidak mudah. Jalannya lama dan panjang. Tapi kita perlu menyadari bahwa dalam adaptasi akan selalu terjadi upgrade diri. Ketidaknyamanan dalam beradaptasi merupakan challenge atau tantangan yang akan membuat kita menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Apa kamu termasuk orang yang sulit beradaptasi juga? Momen tersulit apa yang membuat kamu tidak mau beradaptasi?
Thanks kak
BalasHapusSama-sama🙏
Hapus