Memahami Orang Lain
Seseorang pernah mengatakan, jangan pernah memaksakan diri agar bisa tetap produktif di saat kita sedang mengalami stres. Prioritaskan dulu untuk menyembuhkan pikiran supaya suasana hati bisa kembali normal.
Kadang kala yang membuat semuanya harus dipaksakan adalah tuntutan deadline. Mau tidak mau, suka tidak suka kita harus melakukan produktifitas itu.
Tapi saya rasa ini akan mempengaruhi hasil. Sesuatu yang dikerjakan dalam keadaan buruk, maka kemungkinan hasilnya akan jadi buruk juga.
Terkecuali jika kita kerja di industri kreatif seperti pengarang atau pencipta lagu. Di kedua bidang ini justru keresahan dan masalah bisa menjadi karya yang relatable bagi penikmatnya. Perasaan sedih bisa di tuangkan menjadi sebuah lagu yang indah.
Tapi itu kaitannya dalam berkarya. Kalau seseorang sedang mengalami setres karena pekerjaan atau bahkan relationship, tentu saja penyelesaiannya berbeda.
Terkadang semuanya tidak bisa di selesaikan dengan mudah. Terkadang cara untuk menyelesaikannya adalah dengan diam, menunggu sampai waktu bisa melupakannya.
Saya berusaha memahami ketika ada seorang teman yang baru saja putus dengan pasangannya, kemudian mengurung diri dan tidak masuk kelas selama 2 minggu. Atau ketika dulu, ada guru SMA saya yang baru saja kehilangan orang tuanya, lalu tidak mengajar selama sebulan lebih.
Berlarut-larut dalam kesedihan memang bukan keputusan yang benar. Tapi saya paham kenapa mereka seperti itu. Perasaan buruk yang mereka rasakan tidak bisa di tutup-tutupi untuk terlihat seolah semuanya baik-baik saja.
Saya berusaha memahami beberapa teman saya yang pernah berhenti sekolah atau berhenti kuliah. Saya yakin ada alasan-alasan yang hanya bisa dipahami oleh diri mereka sendiri.
Sebagian teman saya tahu mereka sedang mengalami hal-hal sulit dalam hidupnya. Dan saya ikut merasakan bahwa tidak mudah untuk bercerita dan terus terang tentang keadaannya.
Saya pun pernah merasakan fase-fase itu. Ada hal-hal yang saya pendam dan tidak mungkin saya ceritakan kepada orang lain. Soal hidup saya, soal struggle saya, soal kesulitan-kesulitan yang saya hadapi.
Maka dari itu, bagi saya penting untuk saling memahami. Tidak cukup untuk di mengerti. Sebab kalau hanya di mengerti, saya tidak berusaha untuk tahu tanpa mau ikut merasakan apa yang orang lain rasakan.
Memahami artinya tidak berusaha menghakimi orang lain dan mencoba tahu isi hati seseorang. Saya merasa kalau saya sudah mengerti sekaligus memahami orang lain, saya akan lebih bersimpati.
Saya akan lebih siap kalau saja masalah itu suatu saat bisa menimpa saya juga. Pada tingkat yang lebih dalam, simpati akan berubah menjadi empati. Ketika empati itu sudah muncul, kebaikan-kebaikan bisa datang dengan sendirinya.
Saya sering menyaksikan beberapa artis atau public figure kaya raya yang sekarang sangat dermawan. Dan ketika saya lihat masa lalunya, sebagian besar dari mereka pernah ada pada keadaan sulit secara ekonomi juga.
Saya yakin kebaikan seseorang bisa muncul karena mereka pernah ada di posisi sulit. Mereka memahami kesulitan yang mereka rasakan.
Seseorang akan lebih mudah berempati pada kesulitan orang lain ketika mereka sendiri pernah berada di posisi itu. Dan mereka tahu rasanya tidak nyaman. Maka ketika melihat orang yang kesulitan, secara alami mereka tergerak untuk membantu.
Saya selalu percaya bahwa setiap kebaikan akan membawa kebaikan juga. Dia seperti virus yang menyebar dan membuat orang ingin melakukan hal yang sama. Dengan begitu, orang-orang baik akan bermunculan dimana-mana.
Hanya di mulai dari memahami orang lain, kita bisa lebih mendalami emosi sesamanya. Lebih bisa memanusiakan manusia. Sehingga meskipun keburukan tak pernah hilang, kebaikan akan selalu tumbuh dalam diri setiap orang.
Tidak ada komentar: