Politik dan Bijak Bermedia Sosial
Beberapa orang yang mengikuti tulisan-tulisan saya sejak 2018 pasti sadar kalau saat itu saya suka sekali menulis tentang politik. Tapi kini saya berubah haluan. Saya tak pernah lagi menulis politik bahkan sekedar berkomentar politik di media sosial pun jarang.
Saya baru sadar bahwa menulis tentang perpolitikan sangat menguras pikiran. Bahkan saya meyakini terlalu larut dalam politik malah membuat seseorang jadi kurang produktif. Bagi saya sekarang, politik cukup diikuti sewajarnya. Tidak perlu berlebihan.
Selain alasan-alasan personal, saya tidak lagi vokal berkomentar soal politik karena beberapa hal. Saya membaca banyak referensi bagaimana seseorang bisa bersikap bijak dalam bermedia sosial. Saya pun belajar banyak tentang marketing dan personal branding.
Semua hal yang saya lakukan itu kemudian mengubah cara saya dalam bermedia sosial. Salah satunya menahan diri untuk tidak membicarakan preferensi politik.
Saya merasa lebih tahu konten apa yang boleh saya publikasikan dan mana yang sebaiknya di simpan saja. Itulah kenapa setahun terakhir ini saya lebih berhati-hati dalam memposting apapun di media sosial. Bukan karena takut dengan pasal UU ITE, tapi saya sadar bahwa bijak dalam bermedia sosial itu penting.
Saya pelajari soal algoritma media sosial yang sekarang identik dengan filter bubble (gelombang bias). Sehingga saya harus sangat teliti dalam memilih informasi yang muncul di semua beranda atau feeds saya.
Saya tidak lagi sembarangan dalam me-repost, membagikan link atau informasi politik ke media sosial. Bukan hanya politik, informasi apapun yang di rasa penting harus dipikir dua kali seandainya ingin di bagikan. Meski saya bukan selebritis, tapi saya merasa punya tanggung jawab moral jika apa yang saya bagikan bisa saja salah di mata orang lain.
Saya belajar banyak pada Pandji Pragiwaksono. Meskipun konsen dengan politik, tapi dia tidak berbicara politik di media sosial. Dia hanya bicara politik di youtube-nya. Itupun dia berusaha tidak reaktif terhadap isu yang ramai diperbincangkan. Setelah isu tersebut mulai ketemu titik terangnya, barulah ia mulai angkat suara.
Rekan seprofesinya, Raditya Dika bahkan lebih ekstrim. Dia tidak berbicara politik sedikitpun di seluruh akun media sosialnya. Saya tidak mengikuti cara Radit bermedia sosial, tapi saya menangkap satu hal penting yang menarik untuk saya terapkan.
Radit tidak bicara politik karena dia memposisikan media sosial miliknya sebagai media massa yang mana selayaknya bersifat netral. Dan yang menarik bagi saya adalah ketika Radit mengatakan dia tidak mau pilihan politiknya bisa menyesatkan followersnya.
Sebab pada prinsipnya pilihan politik yang seseorang yakini benar, belum tentu benar bagi orang lain. Maksudnya jika Radit berkoar-koar atau menyuarakan pilihan politiknya ke media sosial, tapi bisa saja suatu saat toko pilihannya tidak baik dalam bekerja.
Kalau terjadi seperti itu maka yang ikut dikecewakan bukan hanya Radit. Semua orang yang percaya dan mengikuti pilihan politiknya pun pasti kecewa. Dan Radit tidak ingin itu terjadi.
Sama halnya dengan Radit, saya memilih tidak membagikan preferensi politik saya di media sosial. Begitu juga dengan hal-hal yang menurut saya kurang esensial. Misalnya tidak membagikan postingan tentang keluarga, relationship, pendidikan ataupun pekerjaan.
Bagi saya ini pilihan. Tidak semua suka dan mau mengikuti pilihan saya dalam bermedia sosial. Dan bukan berarti saya membenci dan menganggap salah orang-orang yang memilih membagikan seluruh aktivitas hidupnya termasuk preferensi politiknya di media sosial.
Sebab itu kembali lagi pada pilihan masing-masing. Tapi pada dasarnya saya menulis ini karena saya ingin berbagi tentang bijak dalam bermedia sosial yang sekarang ini sedang saya terapkan.
Dan saya merasa beruntung karena saya punya beberapa tokoh seperti Pandji atau Raditya yang saya tiru cara mereka bermedia sosial. Referensi dan bacaan-bacaan saya soal marketing dan personal branding pun ikut mempengaruhi dalam proses saya belajar untuk lebih bijak dalam bermedia sosial.
Tidak ada komentar: