Kecanduan Penyebab Kurang Produktif
Saya ingat ketika Ernest Prakasa menyinggung soal bagaimana dia mengusir rasa bosannya dengan membeli sebuah playstation.
Tentu saja ia merasa playstation ini sangat bermanfaat mengusir kepenatan di masa pandemi. Selain itu, Ernest merasa lebih punya quality time dengan anak-anaknya.
Beberapa bulan kemudian, Ernest bercerita di podcastnya kalau playstation yang ia beli itu mulai memperlihatkan sisi adicted-nya. Ernest mulai merasa waktunya terbuang sia-sia. Jelas saja, playstation ini membuat ia merasa tidak produktif.
Soal produktif, sebelumnya Ernest pernah mengatakan kalau tidak perlu memaksakan diri agar tetap produktif di masa pandemi ini. Sebab yang seseorang butuhkan sekarang adalah menjaga pikiran agar tetap waras meskipun tidak bisa beraktivitas diluar rumah.
Namun di sisi lain, terus-menerus tidak produktif tidak bisa jadi pembenaran. Produktif harus tetap dilakukan agar kreativitas tidak jadi tumpul. Tentunya itu berlaku bagi semua kreator atau pelaku seni. Ini juga berlaku dengan saya yang bergelut di bidang menulis.
Dulu, saya pernah merasakan apa yang Ernest Prakasa rasakan. Saya punya kecanduan main games sampai akhirnya berhenti total. Jujur saja, terakhir kali saya bermain games--PC maupun mobile--adalah ketika kelas 1 SMA.
Itu artinya sudah lebih dari 6 tahun saya tidak pernah menyentuh lagi segala macam plarform games kecuali dinosaurus loncat-loncat di browser Chrome.
Sebetulnya, alasan berhentinya karena faktor ketidaksengajaan. Komputer saya rusak dan di saat bersamaan smartphone saya pun ikut-ikutan tidak berfungsi. Saat itu tidak ada hal yang menyenangkan untuk menghibur diri selain membaca buku.
Lambat laun, saya baru sadar bahwa selama ini games sangat menganggu aktivitas saya. Saya lupa segalanya. Dari mulai belajar sampai menganggu waktu tidur.
Ketika komputer dan smartphone saya kembali sehat, saya mulai mengurangi ketertarikan dengan dunia gaming. Saya merasa bisa menggunakan waktu luang saya untuk hal-hal lebih berfaedah seperti membaca buku.
Tapi cara itu tidak selalu mudah. Saya berhasil berhenti dari dunia games, tapi hal itu tidak membuat saya rajin membaca buku juga. Akhirnya waktu luang itu lari ke hal-hal lain seperti nonton film.
Dari berhenti kecanduan games, jadi kecanduan film. Ya, kurang lebihnya sama. Sama-sama menghabiskan waktu. Tapi fase itu biasanya naik turun. Sesekali saya berhenti menonton film dan kembali membaca buku. Tapi ada kalanya saya kembali nonton film sampai lupa waktu.
Jaman sekarang banyak sekali godaan untuk tidak produktif. Variasi hiburan sangat beragam. Orang-orang kalau bosan dengan satu hiburan, bisa pindah ke hiburan lain.
Aktivitas produktif seringkali membutuhkan tenaga dan pikiran sehingga dianggap tidak cocok jika dilakukan di waktu luang. Waktu-waktu bersantai paling nyaman memang dihabiskan dengan aktivitas ringan dan tidak menguras pikiran seperti onton film, games, televisi, main gadget.
Cara saya mensiasati semua kegamangan ini adalah dengan membatasi diri dengan hiburan. Tidak bermain games adalah salah satunya. Tentu saja itu sudah saya lakukan sejak lama. Tapi itu saja tidak cukup.
Saya mulai kurang-kurangi nonton film. Walaupun sulit, tapi tetap bisa saya siasati. Pernah ada satu waktu dimana saya merasa harus berhenti karena kecanduan film ini mulai mengganggu produktifitas dalam mengerjakan satu buah project.
Akhirnya saya hapus aplikasi streaming film ini. Setelah projectnya selesai, saya men-download aplikasi streaming filmnya lagi.
Cara-cara yang saya lakukan itu memang tidak seratus persen berhasil. Tapi setidaknya bisa mengurangi efek addicted-nya. Dan satu hal penting yang saya sadari sekarang adalah mencoba berhenti mengikuti tren.
Mengikuti tren memang menyenangkan tapi tidak selamanya baik untuk diri kita. Misalnya, ada beberapa film series yang sedang hype. Banyak orang merekomendasikan film ini, tapi saya berusaha menahan diri agar tidak menontonnya karena saya tahu yang namanya film series itu bisa membuat saya lupa waktu.
Pun kalau saya mau menonton, saya bisa menentukan komitmen kapan saya harus menontonnya. Misalnya saya hanya boleh marathon film saat weekend saja.
Karena ini adalah komitmen, godaannya masih banyak. Kadang berhasil, kadang gagal. Meski begitu, saya rasa semua orang harus melatih untuk mengurangi mengikuti tren hiburan. Apapun itu. Saya percaya kalau seseorang berhasil melakukannya, produktifitas itu akan lebih mudah di tingkatkan.
kereeen
BalasHapusterimakasih!
Hapus