Wahai Mahasiswa Apatis (part 4)
Kali ini, kesibukan memberikan alasan.
Bukan lagi dalih untuk menghindar dari kesalahan. Kini sang mahasiswa apatis menjelma menjadi sosok kapitalis, yang menilai sesuatu dari yang paling realistis.
Melalui kegiatan barunya, ia semakin yakin bahwa tidak ada gunanya lagi masuk organisasi.
Untuk apa?
Sang pujangga pernah berkata.. organisasi berasal dari kata organizing yang secara harfiah berarti MENGATUR.
Jika organisasi hanya membuat sang mahasiswa apatis lupa mandi lantas bau tai,
lupa kuliah lantas menghalalkan titip absen,
lupa mengerjakan tugas lantas di lapangan menjadi beringas,
serta yang terpenting lupa dengan segala kewajiban utamanya sebagai mahasiswa.
Maka, lupakan saja organisasi.
Sekali lagi, organisasi itu MENGATUR. Jika tidak bisa MENGATUR, baik itu mengatur jadwal, aktivitas sehari-hari dan tugas akademisi, maka lupakan saja organisasi.
Karena jika tidak bisa MENGATUR, organisasi bisa jadi hanya tempat untuk menganggur.
Oh, sungguh beribu-ribu sungguh, pahit sekali kata-kata sang pujangga itu. Tapi apa mau dikata.. Demi bumi dan semestanya, tapi itulah kenyataannya.
Sang mahasiswa apatis, berlari mencari suatu yang lebih realistis. Hobinya yang selama betahun-tahun ia tekuni, mulai mengalami titik terang.
Perjuangan mulai membuangkan hasil. Ia pun tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia tidak mau menghabiskan 4 tahun di kampus hanya untuk menganggur.
Sang mahasiswa apatis punya cara tersendiri untuk menuju apa yang selama ini ia cita-citakan.
Bukan melalui organisasi, tapi jalan yang lebih luas dari itu. Apa? Menulis.
Dengan menulis, ada peluang yang akan mengantarkannya pada masa depan yang terang. Ia meyakini bahwa ada jalan sulit yang bisa ia tempuh untuk meraih mimpi itu.
Namun, mau tidak mau, suka tidak suka, ia harus melepaskan embel-embel organisasi, tidak terikat dengan simbolitas yang mengaku idealis, tapi didalamnnya lebih banyak hura-hura hahahihi daripada fokus pada visi-misi.
Ia ingin melepas rantai formalitas yang selama ini mengekang dirinya. Setelah terbebas, ia akan lebih leluasa lagi menulis.
Kemudian mencari hal yang selama ini ia cari. Kembangkan bersama-sama dengan orang yang satu visi-misi dengannya.
Sekarang, disini bukan lagi berisi kemauan yang heterogon. Sebab, disini ia lebih punya banyak alasan untuk tetap bertahan. Sampai kapan? Sampai lupa kalau sekarang sudah malam.
Selamat tidur. Mimpi indah ya.
Tasikmalaya, 23 September 2017
Wahai Mahasiswa Apatis (part 4)
Reviewed by DAFFA ARDHAN
on
Senin, September 25, 2017
Rating: 5