Jangan Pikirkan Nanti, Hiduplah Untuk Hari Ini
Analogi kecil yang mungkin kita semua alami adalah ketika kita SD, kita ingin cepat-cepat naik ke SMP. Yang sudah SMP, ingin jadi anak SMA. Yang sudah SMA, ingin merasakan rasanya jadi anak kuliahan.
Yang sudah kuliah, ingin cepat lulus. Yang baru lulus, ingin segera dapat kerja. Yang sudah bekerja ingin cepat nikah. Yang sudah nikah ingin punya anak. Dan terus-menerus seperti itu sampai Hotman Paris jatuh miskin.
Disisi lain, ada banyak orang dewasa yang rindu dengan masa kecilnya bahkan ingin kembali ke masa itu lagi. Katanya menjalani kehidupan sebagai orang dewasa itu keras. Banyak tuntutan sosialnya.
Sedangkan jadi anak kecil, kehidupannya selalu menyenangkan. Kehidupan mereka hanya seputar bermain, belajar dan ngompol di celana. Itulah kenapa menjadi anak kecil adalah impian bodoh banyak orang.
Sebagian orang banyak mengeluh tentang hidupnya. Selalu ada keinginan meninggalkan hidupnya saat ini dan memilih kembali ke masa lalu.
Atau ingin pergi ke masa depan sebab tak sanggup dengan keadaan. Kita tahu itu tidak mungkin. Halu, kata orang zaman ayeuna mah. Tapi orang-orang tetap saja mengidam-idamkannya.
Dan anehnya, saya pernah ada di posisi itu. Hanya saja saya berusaha menikmati kehidupan saya saat ini. Terlepas dari hidup yang tidak sempurna. Masalah hidup yang menerpa dan ketidakberuntungan yang selalu menimpa. Apapun itu namanya, saya sadar hidup untuk hari ini perlu dinikmati.
Saya pernah ada di posisi dimana, "Keliatannya kalau saya ada di posisi mereka, enak juga kali ya," tapi kenyataannya tidak seperti itu Fernando. Saya ingat, saat masih SMP, saya ingin cepat-cepat berusia 17 tahun.
Waktu itu saya pikir usia 17 adalah usia yang keren. Keren banget. Usia dimana kita dianggap sedikit lebih "dewasa". Satu hal yang saya tuju sebenarnya saya ingin punya KTP.
Kalau tidak salah (berarti bener), KTP ini ingin saya gunakan bikin ATM. Saya memerlukannya untuk transferan uang dari ayah saya yang kerja di Tangerang. Sebetulmya, uang kiriman ayah biasa dikirim melalui ATM ibu saya.
Tapi dipikiran saya keren saja kalau punya ATM sendiri. Lagipula saat itu saya sering mengirim tulisan ke koran-koran. Jadi honor dari nulis bisa dikirim langsung via ATM pribadi.
Banyak lomba menulis juga yang mensyaratkan usia minimal 17 tahun dan harus melampirkan KTP. Jadi usia sweet seventeen ini usia dimana banyak akses yang tidak bisa didapatkan oleh anak-anak lainnya. Tapi setelah melewati usia 17, rasanya ternyata biasa-biasa saja. Tidak ada keren-kerennya.
Bahkan ketika usia saya sudah memuncak di umur 20 tahunan ini, saya malah pernah berpikir ingin kembali menjadi anak sekolahan. Karena saya sadar kehidupan dewasa tidak seindah yang dipikirkan.
Mungkin bukan saya saja yang punya memikiran seperti ini. Saya rasa, semua orang pernah terlintas dipikirannya tentang hal yang kurang lebih sama.
Mungkin bukan saya saja yang punya memikiran seperti ini. Saya rasa, semua orang pernah terlintas dipikirannya tentang hal yang kurang lebih sama.
Kini, keinginan saya adalah bisa lulus kuliah dan mendapat kerja. Tapi rasa-rasanya keinginan itu akan berakhir pada kenyataan yang sama, seperti dulu saya ingin cepat-cepat berusia 17 tahun.
Dari situ saya belajar kalau keinginan itu jangan sampai membuat saya jadi lupa akan kehidupan sekarang. Ya, kehidupan hari ini.
Karena saya melihat orang-orang juga seperti itu. Lupa esensi bahwa kehidupan itu seyogyanya sama. Kita hanya berpindah waktu. Dulu kecil, sekarang remaja. Dulu remaja, sekarang dewasa. Akhirnya soal menjalani kehidupan, semua tetap serupa.
Mimpi yang dulu kita ingin-inginkan. Nyatanya tak semenarik dahulu. Yang masih kecil ingin cepat-cepat dewasa. Yang dewasa ingin kembali jadi anak kecil. Padahal semua itu masalah waktu yang belum maupun sudah terlewat.
Ada orang yang bekerja seharian, tak kenal waktu demi mengumpulkan uang yang banyak. Tujuannya ingin membeli rumah, ingin beli bisa kredit mobil. Tapi lupa meluangkan waktu dengan keluarga.
Mereka termasuk orang yang lupa tentang kehidupan untuk hari ini. Kehidupan dimana satu hari yang berharga bersama orang-orang yang dicintai daripada terobsesi dengan keingian duniawi.
Mereka termasuk orang yang lupa tentang kehidupan untuk hari ini. Kehidupan dimana satu hari yang berharga bersama orang-orang yang dicintai daripada terobsesi dengan keingian duniawi.
Memang, banyak orang terlalu terobsesi dengan mimpi-mimpinya sampai lupa pada kehidupannya sekarang. Sebetulnya, punya keinginan besar itu perlu, bahkan harus dimiliki semua orang.
Setiap orang harus punya cita-cita dan mimpi yang ingin digapai. Tapi kita pun harus ingat tentang kehidupan saat ini. Hari ini dan selanjutnya adalah kehidupan yang nyata. Nikmati hari ini dengan kebahagiaan yang bisa kita lakukan.
Manfaatkan setiap momen bersama orang-orang yang kita cintai, karena siapa tahu di masa yang akan datang, momen itu tidak akan datang lagi.
Jangan terlalu memusingkan masa depan kita akan seperti apa. Toh kalau sudah jodohnya, kalau sudah takdirnya, kebaikan dan kesuksesan yang kita mimpi-mimpikan akan datang dengan sendirinya. Tinggal kitanya yang mau melakukan proses untuk mewujudkan mimpi itu.
Dan sekali lagi, selalu ingat tentang hari ini. Kita hidup untuk hari ini, jalankan apa yang bisa kita lakukan. Soal masa yang akan nanti, biarkan waktu berjalan menuntun takdirNya.
Foto: unsplash.com
Jangan Pikirkan Nanti, Hiduplah Untuk Hari Ini
Reviewed by DAFFA ARDHAN
on
Selasa, Juli 02, 2019
Rating: 5