#6 Dibalik Nulis: Masalah Klasik dalam Menulis
Sebagai orang yang cukup lama menulis, hampir setiap hari saya menemukan berbagai masalah yang sebetulnya klise. Tapi masih jadi kendala sampai sekarang.
Saya akui kemampuan menulis saya masih belum seberapa. Saya masih dalam tahap belajar juga. Karenya masih banyak faktor yang membuat nulis ini masih menjadi beban di awal. Tapi makin kesini, permasalahan itu bisa menemukan titik terang.
Berapa lama nulis satu artikel?
Kalau merujuk pada kebiasaan dulu. Jawabannya enggak tentu. Saya enggak tahu persis berapa lama saya bisa menghabiskan waktu buat bikin satu artikel. Kadang bisa sejam, dua jam, tiga jam atau lebih.
Memang harus disesuaikan dengan berapa kata yang harus ditulis dan seberapa sulit topik yang dibahas. Itupun baru sekadar proses menulisnya. Belum termasuk riset dan jeda nulis. Karena kalau saya, ada yang disebut bengong time selama beberapa waktu untuk mengulik, kira-kira nulis ala lagi di paragraf selanjutnya? Misal sudah nulis 5 paragraf, tiba-tiba pas nulis paragraf ke-6 nge-blank mesti nulis apa lagim
Enggak mood dan enggak ada ide
Bagi sebagian orang, nulis juga tergantung mood. Tapi makin lama, saya sadar kalau nulis itu yang diperlukan bukan cuma mood saja, tapi keberanian untuk memulai.
Terkadang saya sering mikir apa saja yang akan saya tulis dalam satu artikel. Karena terlalu banyak mikir, akhirnya enggak jadi nulis. Itu kesalahan yang mungkin banyak kita lakukan sebagai orang yang berkecimpung di dunia menulis.
Padahal kunci nulis itu satu, yaitu action. Banyak orang beralasan lagi enggak mood nulis. Padahal mood itu bisa disiasati.
Selain enggak mood, ada lagi alasan menunda menulis: enggak ada ide.
Padahal, enggak ada ceritanya kita batal nulis gara-gara enggak ada ide. Kalau kata Fadh Pahdepie, ide itu sesuatu yang melimpah, ada dimana-mana.
Tapi untuk menemukan ide, memang perlu ditingkatkan kepekaannya sama lingkungan atau segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita. Dengan begitu, ide akan datang berseliweran dengan sendirinya.
Bagi saya, kepekaan itu merupakan proses kreatif yang akan terasah seiring berjalannya pengalaman kita dalam menulis. Ingat ya, harus peka.Termasuk harus peka juga kalau gebetan kasih kode ya guys!
Mengumpulkan niat
Setelah mengatasi mood dan menemukan ide, masalah selanjutnya adalah niat. Nah, ini masalah yang sampai saat ini belum bisa saya selesaikan. Tapi sedikit banyak saya bisa mengatasinya. Itu terbukti selama hampir 2 bulan terakhir ini, saya masih bisa konsisten menulis setiap hari.
Cobaan terberat yang masih mengganjal dipikiran saya sebetulnya susah mengumpulkan niat. Nah, niat tu hampir mirip dengan mood tapi berakar pada masalah yang sama yaitu malas. Bisa jadi penyebabnya lelah karena sudah melakukan sesuatu kegiatan.
Contohnya saya. Saya enggak bisa menulis kalau sudah lelah pulang kuliah atau kalau lagi ada acara-acara penting. Kalau sudah lelah seperti itu, saya lebih memilih melakukan aktivitas yang ringan seperti buka sosmed atau nonton youtube. Pokoknya sesuatu yang enggak dibutuhkan effort buat mikir.
Waktu terbaik untuk menulis
Kalau saya, biasanya di pagi hari dan diwaktu-waktu tertentu ketika mood sedang naik. Loh, katanya kalau nulis jangan tergantung sama mood?
Enggak begitu juga. Mood masih diperlukan. Maksud saya, banyak orang yang enggak jadi menulis karena alasan lagi enggak mood. Padahal mood dan enggak mood harus tetap nulis.
Tapi kalau saya, ketika sedang enggak mood saya tetap 'pakakan' nulis. Jadi enggak ada alasan untuk enggak menulis karena lagi nggak mood. Apalagi kalau lagi mood, ya nulisnya tambah semangat.
Masalah waktu, saya terbiasa menulis di pagi hari. Walaupun jujur pagi hari itu mood saya belum terkumpul. Tapi saya lakukan itu karena saya enggak punya waktu lain yang paling lenggang untuk menulis.
Karena kalau siang sampai sore hari, biasanya ada kegiatan atau ngampus. Pulang dari situ, badan lelah dan akhirnya enggak ada niat buat nulis.
Nah, ketika malam hari biasanya niat nulis itu lagi on fire banget. Tapi, ada tapinya. Malam hari itu kadang saya harus ngerjain tugas kuliah. Makannya untuk jaga-jaga, saya pun berusaha menulis di pagi hari. Kemudian biasanya proses editing dan segala macamnya dilakukan pada malam hari.
Kalaupun siang sampai sore lagi enggak ada kegiatan, itu bisa dipakai buat nulis juga. Tapi enggak tau ya, karena terlalu terbiasa melalukan sistem "pagi nulis + malem editing" jadi nulis dikala siang-sore itu jadi terabaikan.
Tapi sesekali pernah kepaksa nulis di kala siang-sore. Ya, sesekali, faktor kebetulan karena waktu itu ide berseliweran di otak. Sayang kalau ide itu enggak langsung di esekusi.
Tapi sesekali pernah kepaksa nulis di kala siang-sore. Ya, sesekali, faktor kebetulan karena waktu itu ide berseliweran di otak. Sayang kalau ide itu enggak langsung di esekusi.
#6 Dibalik Nulis: Masalah Klasik dalam Menulis
Reviewed by DAFFA ARDHAN
on
Jumat, Juli 26, 2019
Rating: 5