#10 Dibalik Nulis: Tetap Menulis Meski dalam Keterbatasan
Jangan bayangkan saya menulis sambil duduk di kursi empuk dengan meja komputer ala-ala karyawan kantoran atau menulis dengan laptop Apple Macbook sambil tiduran di sofa.
Apalagi sampai membayangkan saya menulis di sebuah cafe dengan konsep industrialis, menegyk secangkir kopi Starbuck, duduk dibalik kaca vintage dengan lanskap taman-taman yang rindang.
Haduh! Hapus saja bayangan itu karena semua cuma halu! Kenyataannya saya menulis dengan segala keterbatasan yang saya punya.
Awal sekali, saya nulis hanya menggunakan sebuah handphone jadul Nokia E63. Itu pun ada beberapa huruf yang enggak muncul kalau di tekan. Solusinya, jadi saya buka note, terus di note itu ada tulisan abjad dari A sampai Z. Nah, huruf yang lagi error itu, saya copy paste.
Misal, tiba-tiba huruf B keyboad Nokia jadul itu kebetulan enggak bisa di pencet. Lalu yang saya lakukan adalah buka note yang isinya ada abjad A-Z, kemudian saya copy huruf B dan di paste ke artikel di halaman blog. Ribet kan? Kalian bisa bayangkan betapa pusing saya harus bulak-balik dari blog ke note HP.
Pertanyaannya, kenapa enggak pake laptop?
Dulu, pas SMA saya enggak punya laptop. Saya paling minjem laptop punya kakak untuk bisa nulis. Tapi itupun jarang. Karena kalau kebetulan lagi ada ide buat nulis dan kebetulan juga laptop kakaknya lagi di pake, maka saya terpaksa nulis pakai nokia jadul itu.
Untungnya, nulis seribet itu tidak lebih dari setahun. Setelah itu barulah saya naik kasta dari Nokia E63 ke smartphone touchscreen, Andromax R2.
Nokia jadul itu enggak saya buang. Saya museum kan HP itu ke lemari meja sebagai bukti sejarah.
Setelah kuliah, barulah saya bener-bener megang laptop. Itu pun laptop warisan. Tapi entah kenapa, saya jadi kebiasaan nulis di smartphone. Kayaknya kerasa lebih praktis buat saya.
Problem selanjutnya muncul. Beberapa huruf keyboard-nya menganut prinsip hidup segan mati tak mau. Adakalanya ketika di tekan, hurufnya muncul di layar. Tapi kadang pula enggak berfungsi sebagaimana mestinya.
Pernah beberapa kali terjadi, huruf-huruf keyboard ketika di tekan huruf F, yang muncul huruf D atau di tekan huruf Z, yang muncul huruf M. Jadi semacam menyalahi kondrat gitu hurufnya. Memang kurang ajar nih keyboard.
Hal lain yang sebetulnya tidak ada hubungannya dengan menulis, tapi cukup vital untuk digunakan mempercantik artikel yaitu mencari gambar sebagai ilustrasi.
Oleh karena tidak mampu membeli gambar berbayar, saya terpaksa cari gambar dari web gratisan macam Pixels, Pixabay, dan Pinterest. Atau kalau mau lebih praktis cari di Google Images.
Oleh karena tidak mampu membeli gambar berbayar, saya terpaksa cari gambar dari web gratisan macam Pixels, Pixabay, dan Pinterest. Atau kalau mau lebih praktis cari di Google Images.
Pemilihan gambar atau foto ini penting agar artikel yang kita buat enggak terlihat kosong dan bisa sedikit memberikan gambaran yang relatable dengan tulisan yang telah dibuat.
Untuk menghindari pelanggaran copyright, biasanya saya mencari foto yang berlisensi Creative Commons atau bebas royalti. Artinya, foto bisa di download tanpa melanggar hak cipta.
Kalau kepepet atau bingung darimana sumber utama foto berasal (ini sering terjadi kalau nyomot foto dari Google Images), maka saya akan menambahkan sumber link pasif ke web tempat saya mendapat foto tersebut.
Jadi, kalaupun ada kemungkinan bisa terkena copyright, tapi setidaknya saya masih etis untuk mencantumkan sumbernya.
Saya juga biasa memotret foto sendiri untuk keperluan artikel saya. Biasanya artikel seperti itu adalah artikel semi-reportase.
Nah, untuk memotretnya, saya gunakan smartphone andromax R2. Tapi sayangnya, kameranya sering bermasalah. Untungnya, kakak saya dengan baik hati menghibahkan iPhone 4-nya ke saya.
Kameranya cukup bagus kalau enggak mau dikatakan lumayan jelek. Tapi saya enggak punya pilihan lain karena si Andromax sialan itu kameranya sering ber-embum.
Seiring berjalannya waktu, saya pun beli hp baru dengan kualitas yang enggak bagus-bagus amat. Saya beli Sony Xperia Z5.
Nah, seperti itulah senjata-senjata saya dalam menulis. Kalian pasti tahu satu fakta baru kalau saya selama ini menulis dalam keterbatasan.
Tapi bukan jadi alasan bagi saya untuk enggak nulis. Nulis bisa dimana saja dan pakai gadget apa saja.
Saya buka Raditya Dika yang bisa membeli senjata menulis dengan maksimal. Saya hanya memaksimalkan benda-benda yang saya punya.
Saya buka Raditya Dika yang bisa membeli senjata menulis dengan maksimal. Saya hanya memaksimalkan benda-benda yang saya punya.
Saya jadi teringat dengan cerita penulis terkenal Amerika, JK Rowling. Dia mengawali menulisnya dengan menggunakan sebuah pensil dan tisu. Saya enggak bisa bayangkan kalau keterbatasan yang saya punya ternyata belum ada apa-apanya dengan beliau.
Sampai saat ini, saya masih sering nulis pakai smartphone meski laptop saya masih bisa digunakan. Saya biasa nulis di note hp, lalu setelah selesai, saya copy paste ke blog saya.
Sesekali, saya pun menulis di buku catatan kosong untuk membuat outline atau garis besar tulisan. Barulah setelah itu saya tulis ulang ke dalam ke Ms Word atau langsung di transfer ke blog.
Jadi buat kalian yang ingin belajar nulis, jangan menyimpan banyak alasan untuk enggak nulis. Keterbasan tidak menutup jalan membuat tulisan yang kalian inginkan.
Sekarang ini banyak media dan platform yang gratisan buat menulis. Bahkan kalian bisa manfaatkan media sosial sebagai wadah ekpresi menulis kalian.
Sekarang ini banyak media dan platform yang gratisan buat menulis. Bahkan kalian bisa manfaatkan media sosial sebagai wadah ekpresi menulis kalian.
#10 Dibalik Nulis: Tetap Menulis Meski dalam Keterbatasan
Reviewed by DAFFA ARDHAN
on
Minggu, Agustus 18, 2019
Rating: 5