Agar Mimpi Kita Tidak Lari Kemana-Mana
Seorang atlit punya lingkungan yang mendukung untuk terus semangat latihan. Mereka di dukung oleh tim, pelatih, termasuk oleh penggemarnya. Mereka punya semacam support circle yang akan memotivasi mereka ketika merasa lelah dan kehilangan semangat.
Berbeda ketika ada sebuah pekerjaan atau bahkan passion yang tidak memiliki lingkungan untuk mendukung mereka. Sudah pasti akan kesulitan membangun semangatnya di saat masa-masa sulit.
Hal itu yang saya rasakan sejak lama. Saya merasa menulis adalah passion saya. Tapi di satu sisi saya tidak punya lingkungan yang men-support saya mengejar mimpi saya itu.
Tidak sama seperti seorang atlit, menulis bukan pekerjaan yang dilakukan dalam tim. Sehingga tidak ada kerjasama untuk saling membantu satu sama lain. Misalnya dalam menulis tidak di bimbing oleh pelatih. Menulis merupakan skill yang kebanyakan di asah secara otodidak.
Menulis, terutama bagi pemula tidak langsung punya penggemar yang bisa mendukungnya. Padahal dukungan berupa pujian atau afirmasi itu penting bagi seorang penulis. Bukan berarti gila pujian ya, tapi itu bisa jadi motivasi untuk lebih produktif.
Bagi saya wajar jika banyak orang yang belajar menulis kemudian berhenti di tengah jalan. Itu terjadi karena motivasinya sudah luntur duluan. Mereka tidak punya alasan untuk semangat menulis dikarenakan tidak ada lingkungan yang mendukungnya.
Keluarga sampai saat ini tidak ada yang aware kalau saya suka nulis. Ayah, kakak dan beberapa saudara saya tahu kalau tulisan-tulisan saya pernah di muat di media cetak, tapi sekedar tahu saja. Tidak ada afirmasi atau memberi reward tertentu.
Saya pun sebetulnya tidak terlalu menghiraukan apakah mereka peduli atau tidak. Toh mereka pun tidak akan membantu terlalu banyak dalam kepenulisan saya.
Saya menceritakan hal ini bukan karena saya mengeluh karena tidak ada orang yang support saya, tapi ini hanya sebuah gambaran bahwa sebetulnya pekerjaan menulis itu memang berbeda dengan seorang atlit. Motivasi dalam mengembangkan skill-nya tidak sama.
Maksudnya, jika seseorang ingin belajar menulis, mereka harus sadar bahwa kemungkinan untuk menyerah di tengah jalan jauh lebih besar daripada seorang atlit.
Nah, saya sendiri merasakan hal itu. Dan itu yang membuat saya pernah rajin sekali nulis, tapi juga pernah vakum hampir setahun lebih. Itu bisa terjadi karena saya tidak sering merasa motivasi itu hilang timbul karena berbagai alasan.
Lalu kenapa saya sekarang kembali konsisten menulis? Karena sekarang saya tahu bagaimana mendapatkan motivasi menulis itu. Saya berkaca pada seorang atlit. Mereka di kelilingi orang yang support karirnya. Maka hal yang perlu saya lakukan adalah membuat lingkungannya sama seperti mereka.
Caranya, pertama saya harus mendekatkan diri pada lingkungan menulis. Dulu saya pernah ikut komunitas menulis dan itu cukup efektif untuk membuat saya semangat menulis.
Kemudian ketika saya tidak ikut komunitas itu lagi. Saya merasakan sendiri kalau semangat saya menulis mulai turun drastis. Kemudian saya menonton kelas menulis singkat di youtube dari Fahd Pahdepie dan merasa semangat lagi.
Namun itu tidak berlangsung lama. Motivasi menulis itu turun lagi. Saya sadar bahwa motivasi itu efeknya sementara. Tapi jika ingin berlangsung lama maka motivasi harus dicari setiap waktu. Makannya saya selalu cari-cari tulisan atau tayangan tentang menulis agar semangat menulis itu tetap stabil.
Setelah saya sadar kalau motivasi itu harus terus dicari, maka saya mencoba mendekatkan diri saya dengan hal-hal yang berhubungan dengan menulis.
Beberapa bulan terakhir saya sudah follow banyak akun penulis di instagram. Baik dari penulis yang saya baca buku-bukunya maupun penulis yang bahkan baru saya tahu namanya.
Menariknya, beberapa minggu terakhir ini banyak penulis yang membuat sharing tentang menulis di live Instagram. Saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menontonnya karena saya dapat ilmu menulis baru secara gratis tentunya.
Saya pun coba berinteraksi dengan orang yang punya mimpi yang sama. Saya gabung ke platform menulis seperti Kompasiana dimana didalamnya banyak orang yang suka menulis.
Saya banyak berkomentar di tulisan orang lain, kemudian saya memberi support atas tulisan mereka. Dilain hari, mereka akan support saya atas tulisan yang saya buat. Tidak sedikit juga pembaca dari kalangan non-penulis yang memuji tulisan saya.
Bahkan beberapa hari yang lalu ada seseorang mengirim saya DM instagram, lalu meminta izin untuk menjadikan salah satu tulisan review film saya sebagai bahan penelitian skripsi. Tentu saja saya izinkan. Bahkan saya senang bahwa tulisan yang bisa memberi inspirasi orang lain untuk mengerjakan tugas akhir seorang mahasiswa.
Semua cara-cara yang saya lakukan di atas bertujuan agar semangat menulis saya tidak hilang. Dan mimpi saya menjadi seorang penulis bisa tercapai di kemudian hari.
Sebetulnya, Ini bisa dilakukan bukan cuma dalam hal menulis. Desainer, pelukis, editor, programmer bahkan mahasiswa yang sedang menempuh kuliah sekalipun bisa melakukan hal-hal yang serupa seperti yang saya lakukan.
Intinya, ketika kita ingin mengejar mimpi kita dengan sungguh-sungguh, kita harus seperti seorang atlit. Kita harus dikelilingi oleh orang-orang yang support kita.
Support itu bisa terjadi pada banyak hal. Kita mendapat support dari motivasi tokoh favorit kita. Kita bisa mencari konten sebanyak-banyaknya, baik dalam bentuk audio (podcast), video (youtube), atau tulisan (buku) yang berhubungan dengan mimpi itu.
Jika keseharian kita selalu di kelilingi oleh support circle itu, maka kita akan lebih bisa menjaga semangatnya agar mimpi itu tetap ada dan tidak lari kemana-mana.
Agar Mimpi Kita Tidak Lari Kemana-Mana
Reviewed by DAFFA ARDHAN
on
Senin, April 06, 2020
Rating: 5