Sebuah Buku Laporan dan Gerakan Magrib Mengaji
Beberapa waktu yang lalu, sekolah saya menerima pembagian buku laporan kegiatan harian sholat dan tadarrus. Saya kaget karena di penghujung (beberapa bulan) kelulusan saya di SMA, saya menerima sebuah buku laporan yang mirip seperti buku laporan kegiatan ramadhan.
Ide pemerintah untuk mencanangkan program 'gerakan magrib mengaji' adalah ide yang pasti disabut dengan baik oleh para ulama dan kalangan muslim. Tapi bagaimana jadinya semua kegiatan sholat dan tadarrus ini 'wajib' dilaporkan kepada sekolah?
Pemerintah sepertinya tidak punya cara lain untuk menggerakan program mengaji ini lebih efektif (bukan sekedar formalitas yang asal berlalu saja). buku laporan ini sebenarnya menggunakan konsep yang kurang lebih sama seperti kebiasaan tahunan para pelajar di bulan ramadhan yakni mengisi laporan kegiatan ramadhan. Hanya saja buku ini hanya berisi tabel sholat dan mengaji.
apakah dengan cara ini program tersebut bisa berjalan dengan baik?
Belajar dari pengalaman bertahun tahun (termasuk pengalaman pribadi tentunya hehe) buku laporan seperti laporan ramadhan saja masih banyak diakali, Masih banyak dipalsukan, ditulis sendiri, diisi dengan ketidakjujuran alias tidak mengisinya sesuai opsi yang disediakan.
Dibagian belakang cover buku ini memang diisi oleh kutipan sebuah hadist yang maksud dan tujuan intinya sih agar siswa bisa mengisi buku laporan ini dengan jujur. Tapi tahu sendiri bahwa ‘menakut-nakuti’ siswa dengan cara seperti ini belum ampuh untuk membuat semua siswa bisa mengisi dengan jujur.
Lalu untuk apa pemkot Tasikmalaya mau mengeluarkan dana untuk membuat buku-buku ini? Apa buku ini bisa menjamin para remaja lebih bisa membiasakan diri mengaji?
Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi.
Kemungkinan pertama: siswa yang terbiasa mengaji dan tadarrus adalah siswa yang paling aman. Mereka tidak usah bersusah payah berbohong untuk mengisi laporan ini. Jadi mereka dalam posisi yang paling aman.
Kemungkinan kedua: siswa yang terpaksa ikut-ikutan. Karena takut mendapat sanksi guru agama, akhirnya mereka TERPAKSA ikut sholat dan taddarus walaupun dalam prakteknya hanya sebagai ‘formalitas’ belaka. Ini sama seperti siswa yang rajin ke sekolah, tidak pernah bolos, tapi setelah pulang sekolah, tidak ada satupun ilmu yang nyangkut di kepala. Karena apa? Karena niatnya TERPAKSA.
Kemungkinan ketiga: siswa yang dengan akal jahatnya. Mengisi laporan ini dengan laporan palsu, seolah-olah taddarus, padahal tidak. Seolah olah sholat lima waktu, padahal tidak. Hal ini membuat dosa mereka jadi dua kali lipat alias double. Satu, dosa kepada allah karena tidak melaksanakan sholat dan taddarus. Kedua, dosa kepada guru mata pelajaran agama karena telah berbohong mengisi laporan ini.
Ini memang membuat dilema kawan-kawan sekalian.
"urusan akherat aja harus dilaporkan. Masalah sholat dan tadarus kan semuanya berhubungan dengan amalan atau pahala yang diberikan allah kepada hambanya. Bila dengan mengisi laporan ini dengan dalih untuk menilai diri sessorang 'sholeh' atau tidak itu sama saja seperti 'menyamakan' penilaian allah dengan manusia dgn segala keterbasannya."
"Kegiatan yg berhubungan dgn pahala kan ga usah diumbar (dilaporkan). Nanti yg ada pahala kita abis. Jangankan diumbar, tidak diumbar saja pahalanya belum tentu amdol. sholat dan taddarus pun belum tentu sholatnya bener."
"Penilaian tuhan dengan manusia itu berbeda. Tuhan maha adil dan mustahil dengan kesalahan. Kalau manusia relatif banyak kesalahan. JAngankan urusan akherat, urusan duniawi saja terkadang penilaian manusia sering dirasa tidak adil."
Buku ini tidak bisa jadi tolak ukur seseorang itu bisa dikatakan telah menjalankan perintah allah (salah satu rukun islam). Bila seseorang mengisi tabel laporan ini dengan alasan telah melaksanakan sholat dan tadarus, namun dalam prakteknya belum tentu belum benar kan?
Kalau kata anak jaman sekarang, laporan ini adalah bentuk 'ke-kepo-an' pemerintah kepada setiap pelajar. Untuk apa pemerintah sok sok-an mau tahu kami seharian ini sholat dan taddarus atau tidak. apa dengan ini kami akan mendapat penilaian yg bagus di mata sesama kami (manusia), selain pahala yang kami dapatkan dari sang pencipta?
Apakah dengan buku laporan ini, mesjid yang dulu sepi akan berubah dipenuhi oleh para muslim yang sholat dan bertadarrus?
Atau laporan ini hanya jadi pembuktian bahwa program ini seolah-olah telah berhasil ? Atau hanya akan jadi bahan survey bahwa program ini bisa ada faedah nya daripada mudharat nya?
Walaupun program ini terlihat sepele (bagi beberapa orang), Tapi dalam menentukan keberhasilannya memang agak sulit. Bagaimana pemerintah bisa memantau langsung para pelajar apakah dia sholat atau tidak, Taddartus atau tidak. Memang tidak mungkin pemerintah harus mendatangi langsung satu persatu pelajar untuk mengajaknya Mengaji, kan?
Lalu, Kenapa tidak menggunakan cara lain seperti pemerintah bisa bekerja sama dengan setiap lingkungan masyarakat RT/RW untuk membantu program ini dengan memberi dana dalam bentuk sarana sholat dan mengaji di setiap lingkungan / mesjid. atau bekerja sama dengan para orang tua untuk membimbing dan mengingatkan gerakan mengaji ini agar terbiasa.
Mungkin, ya cara ini jadi cara termudah yang bisa pemerintah lakukan, dengan menggunakan/mengulang cara dan metode lama. Dan cara dan metode lama yang ditiru pun belum bisa menjamin keberhasilannya.
Tasikmalaya, 28 februari 2016